Saturday, October 5, 2019

Cinta Serunai Azan

Ada yang tak biasa hari ini. Lebih tepatnya, pemilik suara azan itu bukanlah bilal yang biasa. Kujawab setiap kalimat sesyahdu lantunannya. Begitu saja, selepas melantunkan doa selesai azan, bibir mengucap sebaris doa.


"Rabb, jikalah bilalnya itu masih muda dan belum menikah, maka jodohkanlah kami."

Kusapukan tangan ke wajah. Lalu aku terkejut sendiri dengan kelakukanku barusan. Lalu gegaslah aku takbiratul ihram, menegakkan sunnah qabliyah.

***


"Kalau sering ke sini, kenapa baru ini jumpai Pakde. Nanti akan pakde kenalkan sama pengurus mesjidnya, masih ada hubungan kerabat dari jalur istri Pakde," balas Pakde Mustafa. Pakde Mustafa adalah sepupu Ayah yang berprofesi sebagai muballigh. Aku sudah sering ikut dalam majelisnya, tapi baru kali ini punya keberanian menyapanya.

"Bulan depan lagi Pakde baru ke sini. Sekarang si bilal itu sedang tidak di mesjid, ada urusan katanya di kampung. Tapi nanti, Pakde akan tinggalkan pesan. Agar kalian bertemu. Khaira bisa bantu-bantu kegiatan syiar di mesjid nampaknya," pesan Pakde Mustafa sebelum kami berpisah.

Begitulah. Selang tiga hari sesudahnya, sebuah pesan wa masuk ke HP-ku.

"Assalamualaikum. Ini saya Akbar, semalam saya dipesanin sama Ustadz Mustafa untuk menemui Kak Khaira di mesjid. Sekira Kak Khaira ke mesjid hari ini, kabari saya, ya"

Setelah sedikit mengingat, inilah pengurus mesjid yang di maksud Pakde sebelumnya, maka kubalas pesannya,


"Sekarang aku di mesjid."

Dan lepas isya, kami bertemu. Setan apa yang merasukiku? Hingga  tak ada penolakan saat ia mengajakku makan berdua di warung depan mesjid.

Saat dua laki-laki dan perempuan berdua, maka yang ketiganya adalah setan. Baru kusadari selepas sampai di kamar kosku. Sebuah makan malam yang berbeda. Atau pertemuan pertama yang berkesan.

Belum sebulan. Aku dan Akbar menjadi begitu akrab. Dalam satu kesempatan dia ikut serta makan bersama temanku di komunitas. Semuanya biasa.

Sampai salah seorang temanku itu menghubungiku setelahnya.

"Si Abang bilal tadi begitu mencemburuiku, kak. Sebenarnya kalian ada hubungan apa?"

Kujawab saja apa adanya, "kami masih ada hubungan saudara. Semacam sepupu jauh,"

"Tapi menurutku bukan itu."

Aku hanya tertawa.

***

Pernahkah kalian rasa dejavu?

Mungkin aku sedang dejavu. Oleh lantunan kalimat toyyibah penyeru shalat dari pengeras suara mesjid.

Dan ya ...
Itulah pemilik suara yang pernah dengan tiba-tiba kuucap sebaris doa untuknya, atau lebih tepatnya untuk kami.

"Maaf ya, kak. Jadi enggak sempat sapa-sapa. Sebulan ini teman Akbar gantian di mesjid sedang libur, karena baru menikah. Jadi Akbar harus handle pekerjaan dua orang sendiri," permohonan maafnya saat kami akan membahas rencana tabligh akbar di mesjid.

Dia menyirup teh manisnya dengan santai. Sedang aku begitu terkejut.

***

"Pakde, Khaira titip undangan pernikahan Khaira buat Akbar, ya. Kataku saat berkunjung ke rumah Pakde Mustafa.

"Khaira, enggak sempat mampir ke mesjid lagi kayaknya. Sore ini harus langsung jalan ke kampung. Pakde kan besok jadwal ngisi kajian di mesjid, jadi sekalian."

Pakde Mustafa tersenyum. Aku sengaja menyempatkan diri ke rumah Pakde Mustafa, karena aku ingin dialah yang menyampaikan nasihat pernikahan selepas selesai akad-ku nanti.

***

Pemilik cinta serunai azan, aku menyertakan suaramu dalam lantunan doa. Alur takdir pertemuan, sampai akhirnya kita bisa begitu dekat, tak kupungkiri menumbuhkan bibit-bibit cinta. Tapi rasa takut lebih menghantuiku. Tentang kusebut namamu dalam doaku, sedang kau menyebut nama orang lain dalam doamu.

Biarlah kubunuh rasa. Aku tak ingin beradu kuat di hadapan Sang Pengijabah doa, tentang doa siapa yang akan lebih dahulu diijabah-Nya.

1 comment: