Tuesday, August 27, 2019

Bumi Manusia: Perlukah Menggugat Mas Hanung?



Adakah yang seperti kami? Ketika detik awal di mulai dan narator menyuruh penonton berdiri, tapi kami (para penonton malah saling berbisik). Atau malah semua di semua studio pemutaran film ini ada kejadian itu? (Sungguh tipis sekali nasionalisme kalian, bung)

Kalau disuruh ingat detail film berdurasi hampir 3 jam kayaknya ... (twing twing), entah pulak ada yang masuk di dalam malah tidur ya, kan?

Harus kuakui, dari banyak novel legend, Bumi Manusia adalah mahakarya yang paling kutunggu untuk naik layar. Bahkan, walaupun aku belum pernah sempat membaca novelnya secara utuh. So, kali ini aku akan nulis sesuatu yang memang tentang filmnya, berharapnya sih jadi alasan untuk baca bukunya plus milik sendiri.

Tapi, sejak awal dapat info kalau Iqbaal bakal merankan Minke, aku sebenarnya udah mikir berulang kali untuk nonton filmnya. Padahal udah ditunggu bertahun-tahun. Bukan karena Iqbaal enggak berbakat, bahkan dia udah sangat total sekali untuk benar-benar bisa membuat film ini laku di pasar. Tadinya aku berfikir, karakter Minke yang diperankan Iqbaal bakal menye-menye ala anak milenieal supaya film ini semakin menarik dan tokohnya (yang masih dibayang-bayangi Dilan) semakin kuat sebagai tokoh Central. Setidaknya itu yang kutangkap dari membaca bukunya random, Minke Pangemann adalah tokoh utama cerita.

Tapi bener riviewan orang-orang, film ini malah menunjukkan bahwa si Nyai itu yang lebih dominan.

Setelah tapi-tapi di atas, aku mau memfokuskan pada scene dimana gema takbir mengiasi ini film. Aku pribadi jauh lebih merinding pas di sini dibanding saat lagu "Indonesia Raya" diputar. Jadi kayak atur posisi duduk, melihat lebih cermat dan detail lagi (sama sekali enggak bermaksud mencari kesalahan, awalnya). Dan yang terbayang itu, "Perempuan Berkalung Sorban", "Tanda Tanya", "Ayat-ayat Cinta", mahakarya Mas Hanung Bramantyo-lah yang sempat menuai kritik pedas karena menyiratkan kedangkalan pemahamannya tentang Islam. Yes.

Singkat cerita, akhirnya Pengadilan Agama ikut campur dengan masalah yang menimpa Nyai, dengan mengeluarkan sertifikat bahwa pernikahan Minke dan Annelis "sah". But, Jika kalian perhatikan dan enggk harus detail, saat Minke mengucap akad dalam bahasa Jawa itu, saksinya adalah si dokter keluarga, dan temannya Jean. 

Sumpah, ini jadi alasan utama kali aku harus baca bukunya. Atau boleh jika yang udah baca mengklarifikasi, apakah si Dokter itu Islam dan Jean juga? Atau malah Mas Hanung pande-pandean membuat seakan-akan dua tokoh yang kuragukan itu sebagai saksi utama pernikahan Minke dan Annelis?

Sepemahananku, pernikahan dengan saksi beragama non-muslim itu tidak syah secara syariat. Bahkan meski ia Muslim sekalipun, tapi tidak mengerjakan kewajibannya sebagai Muslim, seperti shalat lima waktu  misalnya. Momen ini, buat jidat agak bekerut untuk beberapa waktu, yang tadinya pasang posisi duduk terbaik, jadi mulai gondok dan mikir, "Mas Hanung, kau buat kesalahan lagi!"

Terlebih saat seorang orator unjukrasa berujar, "ini bukan tentang Nyai, ini tentang hukum Islam yang dilecehkan?"

Jadi penasaran gitu, emangnya si Minke nulis apa di artikelnya sampe menyulut amarah massa dan melibatkan kyai, yang akhirnya malah tertembak mati, menghadang tentara Belanda yang hendak menjeput paksa Annelis. 

Aku enggak ujuk-ujuk bilang ini kesalahan Mas Hanung, bisa jadi memang Pak Pram mendeskripsikan sampai seheroik itu tanggapan massa membaca tulisan Minke di koran, sehingga membangkitkan ghirah muslim menentang pengadilan Belanda yang sudah pasti berseberangan sekali dengan hukum Islam yang diamandemenkan langsung dalam Al-Quran.

Yes, ini jadi alasan kuat buat aku harus baca bukunya sih.

Bravo banget buat Mas Hanung yang sudah bersusah payah agar adaptasi Bumi Manusia ini naek layar. Mas Hanung berulangkali berpesan, "Nanti nanti dulu nonton hollywood bollywood, film Indonesia banyak kok yang bagus."

Walaupun, Iqbaal harusnya bisa dibuat lebih kuat lagi di sini, supaya Dilan tidak terus membayang-bayangi sosoknya yang pintar dan menjstuhkannya dari nominasi aktor muda berbakat. Kita sama-sama tau, Iqbaal punya peran besar di sini, setidaknya agar naskah berat karya Pak Pram ini diminati penonton.


Finally, setiap mahakarya diciptakan bukan hanya untuk dinikmati, tapi juga dikritisi. Satu-satunya mahakarya yang tidak boleh dikritisi adalah mahakarya Allah. Semacam, "Ana, kamu cantik sempurna. Karena kamu ciptaan Allah". Apaan sih? (Dilarang keras ketawa)

No comments:

Post a Comment