Hilirisasi dan Perdagangan
berbasis Koperasi, Bukan Mimpi
Apa yang ada dalam fikiran kita saat mendengar
kata ‘Koperasi’ ?
Kalo aku langsung teringat sebuah unit usaha yang
menyediakan barang kebutuhan pribadi dengan harga miring, dan bisa dibayar di
akhir bulan. (ematicon senyum). Lintasan fikiran ini bukan tanpa dasar, sebab
aku menghabiskan masa kecil di daerah perkebunan yang rata-rata karyawannya
memenuhi kebutuhan pokok dari koperasi semacam ini.
Kalau pedagang kecil sekarang, ditanya tentang ‘Koperasi’, bisa jadi yang terlintas adalah
koperasi simpan pinjam, yang pembayarannya dicicil per hari, dengan beban
sesuai pinjaman. Dan memang, model koperasi semacam ini sudah mendominasi
pemodalan pedagang kecil di hampir seluruh pelosok daerah di Sumatera Utara.
Fenomena ini, aku pribadi memandangnya dari sudut pandang, baik-buruk.
Dari sisi baiknya, pastilah hal yang patut disyukuri,
keberadaaan koperasi simpan pinjam ini sudah banyak membantu masyarakat
Indonesia untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Terkhusus mereka yang kesulitan
mencari pekerjaan karena minimnya pendidikan yang didapat, dan tidak adanya
aset yang bisa dijadikan jaminan untuk mendapatkan modal usaha yang lebih
besar.
Sedang dari sisi buruknya, mungkin lebih ke sisi
keyakinan, terkhusus yang Muslim. Sebab, sistem peminjaman dengan koperasi
selalu melebihkan pengembalian uang yang dipinjam. Atau setidaknya, uang yang
diterima tidak penuh sesuai dengan nominal yang dipinjam, namun si peminjam
harus mengembalikan dengan nominal sesuai perjanjian pinjaman. Hal ini masih
dalam pokok bahasan riba, dimana dalam ajaran Islam, berkali-kali dijelaskan
tentang bahaya riba baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. (Kok jadi
ceramah pulak, sambil tepok jidat).
Oke...
Mari kita kembali ke
bahasan utama. Hilirisasi dan perdagangan berbasis koperasi, bukan mimpi. Aku
berani mengatakan ini bukan mimpi, sebab berdasarkan faktanya, negara-negara
tetangga sudah membuktikannya. Bahkan, di awal masa kemerdekaan Indonesia,
koperasi mempunyai peran besar dalam membangun ekonomi bangsa. Selanjutnya,
kita kenal salah satu proklamir Indonesia, Bng Hatta, sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Sebut saja Jepang dengan koperasi pertaniannya, demikian pula Thailand
dengan koperasi yang sama. Bahkan, yang lebih mengejutkan, negara tetangga
dengan sistem ekonomi terbaik dalam kacamata dunia, Singapura, juga menjadikan
koperasi sebagai tonggak pemodalannya. Lalu kenapa, kita yang sejak awal
merdeka sudah dikenalkan dengan koperasi, hari ini malah terkesan enggan meski
hanya memimpikannya?
Tak dinyana, hancurnya
elektibilitas koperasi di Indonesia tersebab kepercayaan kita pada koperasi.
Dan terus terang kukatakan, yang paling bertanggungjawab atas ini adalah media.
Sebab seperti dituturkan Pak Rully Indrawan (Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop
UKM), seringkali medialah yang memunculkan berita negatif tentang koperasi;
mengabarkan tentang agent koperasi yang dipenjara karena menggelapkan uang, dan
pelanggaran-pelanggaran serupa.
Kesimpulannya,Mari
kita benahi bersama, karena Republik ini negara kita.