Wednesday, October 23, 2019

KORELASI GALAU dan KADAR TAUHID

Pernah enggak sih, kita pengen sesuatu? Udah usaha keras sekali, karena ekspektasi kita tinggi terhadap sesuatu itu, ternyata malah hasilnya tak sesuai dengan yang kita harapkan.


Terlalu panjang, ya? Ku sederhanakan pertanyaannya, ya.

Pernah enggak sih, kita kecewa?

Aku pribadi, tipikal orang yang mudah down, bahkan karena masalah sepele. Tapi kembali lagi, yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana kita menyikapi dan memanage ulang, agar kecewa itu tak serta-merta membuat kita lupa akan kodrat kita sebagai hamba.

Umumnya, kecewa itu akibat dari penggantungan kita yang salah. Kita mengaku hambanya Allah yang Maha Benar janji-Nya, tapi kita menggantungkan harapan atau apalah itu, pada makhluk-Nya. Hayyoo, benar apa benar?

Aku kan, udah doa. Aku udah ikut aturan. Aku kan ...

Alasan ini, tanpa kita sadari sudah menjadi bentuk pengingkaran bahwa yang punya ketetapan itu Allah.

Ketetapan Allah ini konsepnya kayak jodoh loo ... (ya elllaaaaaah)


Kan sering tu kita lihat orang udah pacaran bertahun-tahun, kedua orang tua juga udah saling kenal dan memberi lampu hijau. Eh, pas nyebar undangan nikahnya sama orang lain.

Kita enggak usah mikir sakitnya kayak apa buat si mantan yang ditinggal nikah itu. Kita posisikan aja diri kita sebagai orang ketiga yang tau perjalanan panjang mereka, lalu mendapat undangan itu.

Tak bisa dinafikan, kalimat yang terlontar, "Kok bisa nikahnya sama yang ini?"

Kalau pertanyaan ini ditanggapi serius, pasti akan menjurus, tanpa sengaja, pada pengingkaran takdir yang ditetapkan Allah, bahwa jauh sebelum zaman Azali, Allah sudah menuliskan ia akan terlahir dan berjodoh dengan siapa. Siapa yang kita anggap tersakiti membutuhkan dukungan simpati, tapi jangan sampai simpati itu malah membuat kita mencari tau alasan-alasan manusiawi dari mereka yang menjalani, tanpa melibatkan takdirnya Allah yang sudah berlaku.

Tauhid yang benar itu bukan hanya sebatas seseorang tak berlaku syirik. Karena rukunnya tauhid itu ada enam. Iman kepada Allah; Iman Kepada Malaikat; Iman kepada kitab-kitab; Iman kepada Rasul; Iman kepada hari kiamat; Iman kepada Qada dan Qadar.

Manusiawi memang ketika kecewa. Tapi kecewa itu jangan sampai mem-futhur-kan kita sampai pada titik terendah, apalagi sampai pada pengingkaran. Manusiawi memang ketika kita bimbang, galau dan dampak-dampak sejenis. Tapi jangan sampai kemanusiawian kita ini melupakan qudarat-nya kita adalah hamba yang sedang berlakon di panggung sandiwara, sedang pemilik alur cerita dan sutradaranya adalah Allah.

Gantungkan cita-cita setinggi langit, agar ketika jatuh kita ada di bintang-bintang.

Berekspektasilah yang tinggi, agar ikhtiar kita mewujudkannya juga tinggi. Tapi poin yang penting agar ketika jatuh tak sampai jauh ke bawah.

Maka biasakan berkumpul dengan orang shalih, agar ketika kecewa mereka tetap mengingatkanmu kepada Allah.

Katanya, Penghasilan akan mempengaruhi gaya hidup. Korelasi ini tampaknya sepadan dengan korelasi galau dengan kadar tauhid.

Orang yang berpenghasilan paspasan akan berpikir berkali-kali menghabiskan penghasilannya meski untuk hal yang menyenangkan hatinya. Sedang orang yang berpenghasilan tinggi akan menyesuaikan penampilan dan gaya hidupnya dengan pendapatan.

Begitupun tauhid.

Orang yang tauhidnya benar, akan terlihat tenang dan menyejukkan, padahal angin badai cobaannya ibarat puncak pohon yang tinggi. Sedang ketika tauhidnya minim, terbiasa berada di lingkungan yang tidak mendekatkan diri pada Allah, maka lihat bagaimana ia mengatasi kegalauannya, kekecewaannya.

Setiap yang bernyawa pasti punya masalah. Orang yang kelihatan selalu baik-baik saja, bisa jadi yang paling besar masalahnya. Mereka yang ruhiyahnya dipenuhi keimanan yang benar, akan selalu berkata:

"Wahai masalah, Allah-ku Maha Besar. Aku beikhtiar, yang berlaku ketetapan-Nya. Aku berikhtiar yang dinilai prosesnya, bukan hasilnya"

Ya Mujiib, aku belum pernah kecewa berdoa pada-Mu. Bukankah Kau telah berfirman, "Berdoalah pada-Ku, niscaya Aku kabulkan."

Siapakah yang paling benar janji-Nya?

No comments:

Post a Comment