Tuesday, October 22, 2019

Membudayakan Literasi sebagai warisan Ulama

Didedikasikan untuk semua santri di Indonesia

Santri Unggul, Indonesia Makmur.

Begitulah tagline yang meramaikan jagad maya untuk memeriahkan hari santri nasional.



Kalau kebetulan diminta ngajar ke pesantren, aku suka berkisah kalau aku pun tiga tahun di sekolah berasrama. Dari banyak anak yang nyantri karena kemauan orang tuanya, aku adalah satu di antara yang sedikit, pengen jadi santri, tapi Qadarullah sampai dapat sarjana, Ijazahnya di keluarkan dari Kementrian Pendidikan semua, belum pernah dari Kementrian Agama sebagaimana layaknya ijazah para santri.

Keluarga Besar Rumah Zakat

Banyak novel-novel terinspirasi dari kehidupan santri. Sebut saja Negeri Lima Menara dan adik-adiknya, mahakarya dari Ahmad Fuadi.

Kalau di Medan itu, ada yang udah di filmkan juga. Menjadi berbeda dari novel jenis serupa, karena ditulis oleh alumni santriwati dan mengisahkan kehidupan santriwati, yaitu Cahaya Cinta Pesantren, maha karya dari Kak Ira Madan.

Sekolah dan tinggal bersama kawan-kawan sesama pelajar memang selalu punya cerita. Kalau kata sesepuhku, bang Abdul Aziz Parlindungan, yan menulis sederatan kejadian Bengak-nya menjadi siswa di asrama berjudul, Penjara Suci, "Nostalgia adalah romantisme sesaat, dan aku mau menjadikannya abadi lewat kata-kata."

Memang tak terlukis rasanya, seindahnya masa-masa SMA bagi yang sekolah di sekolah umum. Tak akan pernah mengalahkan ribuan bahkan jutaan kenangan mereka yang pernah menghabiskan masa 6 tahun di asrama.

Cuma santri yang tau nikmatnya tidur di dalam kelas saat jam pelajaran berlangsung. Cuma alumni santri yang tau bagaimana waktu tak pernah bersahabat, saat kebetulan bersua dengan mereka yang satu almamater, selalu kurang panjang.

Ah, mereka yang pernah nyantri kok jadi aku yang bernostalgia.

Aku cuma mau bilang, seyogyanya santri lebih dekat dengan pewaris para ulama. Kebiasaan ulama adalah membaca, memahami dan menulis. Ulama terdahulu tak pernah mencontohkan menjadi garda terdepan, tapi ia pondasi sebuah tatanan.

Ayo yang ngaku pernah nyantri, hidupkan lagi kebiasaan para ulama ini. Jika media menggembor-gemborkan minat baca Indonesia sangat rendah. Sebenarnya itu jauh dari kata benar.

Minat baca kita tinggi, tapi apa yang mau kita baca kebanyakan sampah. Setiap tahun APBN menganggarkan untuk infrastruktur peningkatan minat baca ini. Perpustakaan milik pemerintah mulai terlihat megah di seantero Nusantara, tapi buku-bukunya lusuh.

Perbandingan kelahiran bayi dan buku jauh sekali perbedaannya. Kalaupun jumlahnya bertambah, itu adalah buku-buku yang membawa moral generasi Indonesia menjadi semakin nyeleneh, bukan hanya dari syariat Islam, tapi dari budaya Timur.

Yok, biarlah sebagian mereka dengan dakwahnya di youtube, film dan akun sosial media mereka. Tapi santri harus ambil peran mewariskan kitab-kitab untuk dibaca generasi Indonesia selanjutnya.

Selamat hari santri.

1 comment: