Thursday, October 24, 2019

MELATIH HUSNUZHAN pada ALLAH

Kabinet menteri Indonesia Maju baru saja diumumkan dan dilantik. Netizen mulai diributkan dengan munculnya nama baru dalam kabinet, yang merupakan menteri termuda. Dialah Nadiem Makarim, yang tidak punya basic di dunia pendidikan, lalu diamanahkan menjadi menteri pendidikan.


Keriuhan netizen mulai mengungkit-ungkit sistem penilaian siswa yang akan berganti menjadi bintang 1 sd 5, sebagaimana penilaian yang dilakukan star up-nya, Gojek.

Sebagian lagi  menyeliwerkan poto pernikahan Nadiem dan kejadian pembatisan anaknya.

Aku malah menilik lagi pemilihan Jend. (purn) Fachrur Razi sebagai Menteri agama. Dimana dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyebutkan salah satu amanah Menag adalah menumpas masalah radikalisme di Indonesia. Sampai kepo tingkat dewa, riwayat apa yang menjadikan orang nomor satu Indonesia itu menunjuknya sebagai menteri agama.

Alamak ...
Awak yang sering ketawa-ketawa liat sepak terjang Ormas Banser dan Islam Nusantara, mulai H2C-lah ini.

(Enggak usah dipikirkan kali H2C itu rumus kimia apa? Konotasi Harap-Harap Cemas ajanya itu _ ematicon senyum sambil pipi memerah)



Tak pantas rasanya menafsirkan ayat Al-Qur'an. Terlebih secara pendidikan tak ada kafaah di bidang ini. Tapi semoga uraian ini tak menjerumuskan.

Mengingat dan menimbang:

Belum adanya data valid tentang korban dari pesta rakyat April lalu. Terlebih munculnya pertanyaan,

Padahal Pak Prabowo didukung Ulama, apakah doa ulama tidak diijabah Allah?

Astaghfirullah...

Jika pertanyaan ini pernah terlintas dipikiran kita, terlebih saat Mahkamah Agung mengumumkan kecurangan selama Pemilu tidak berdasar.

Maka aku, kau dan kita semua harus mencium bau apa yang baru saja keluar dari tubuh kita. Karena bisa jadi aroma itu muncul dari rasa percaya kita yang berlebihan pada ijtima' ulama hingga Allah murka sebab melebihi keimanan kita pada-Nya.

Bukankah sesuatu yang menurut kita buruk, tak selamanya itu keburukan?

Bukankah dibalik indah dan harumnya mawar, kau harus waspada pada duri untuk memetiknya?

Tidak mudah memang, untuk bisa bersangka baik pada sesuatu yang mengusik perasaan. Sebagaimana tidak mudah hidup di antara lingkungan yang tercemar fitnah.

Level iman kita sedang diuji, untuk naik pada kelas berikutnya. Seseorang baru bisa dinilai baik di penghujung usianya. Karena riwayat telah mengisahkan adanya seorang yang membunuh 100 orang, lantas malaikat Rahmat dan Malaikat penjaga neraka berebut menjeputnya, padahal Allah telah menetapkan tempat kembalinya di surga.

Pun, seorang yang sepanjang hidupnya beramal salih. Lalu karena secangkir arak yang memabukkan, membuatnya menjadi pezina, pembunuh dan berakhir dengan keadaan suul khatimah.

Sangat tidak mudah.

Maka dari itu perlu dilatih. Muhammad Al-Fatih bukan lahir dan serta merta menjadi Panglima penakluk Konstantinopel, tapi jauh sebelum itu dia adalah seorang yang telah lulus dari ujian menaklukkan nafsunya.

Dalam memuliakan nama baik seorang pezina, Allah mengharuskan empat orang saksi mata sebelum dikenai hukuman rajam. Jika hanya tiga sekalipun, hukuman itu batal. Demikian pula, untuk bersuuzhan pada orang, cari seratus bahkan ribuan alasan dulu untuk berhusnuzhan.

Lalu kenapa, kita yang mengaku beriman kepada Allah tak mencari ribuan atau jutaan alasan untuk berhusnuzhan pada ketetapan-Nya?

Bukankah Allah yang paling benar janjinya?

"... Allah-lah sebaik-baik pembalas makar"

Tinggal kita, mau diibaratkan seperti air di daun keladi?
Atau

Seekor burung pipit yang terus menyirami api yang membakar tubuh Ibrahim as.?

Bila hari ini berat, ingatlah, kelak anak cucu kita akan merasakan yang jauh lebih berat.

No comments:

Post a Comment