Wednesday, August 2, 2017

Tetanggaku harimauku



Kalau ingat cerita orang dulu, selalu saja pemeran antagonisnya itu tetangga. Yah, enggak jauh beda sama cerita Sinetron “Tukang Bubur Naik Haji” itu yang akhirnya tamat juga. Hampir komplit banget tuh cerita, kalau mamaku bilang, itu persis kehidupan masyarakat di kampung. Sampai-sampai tetangga kami yang suka usil sama tetangga disebut-sebut sebagai Haji Muhidinnya.

                Tapi kali ini kita enggak mau bahas itu. Kita mau bahas tentang kehidupan di media sosial. Pernah beredar tulisan, bahwa sebenarnya media sosial itu hanya pelarian dunia nyata. Entah penelitian dari mana, didapatlah data bahwa orang yang suka posting moment bahagia, faktanya di kehidupan nyatanya ia tidak bahagia. Bahkan, yang sering ngepost makanan, bisa jadi di dunia nyatanya ia sering kelaparan. Kalaulah itu benar, tragis sekali.
                Dan kali ini, justru ada yang lebih tragis lagi. Dulu sekali, kalau ada orang yang punya hobi ngurusin urusan orang lain, itu biasanya urusan yang diurus bukan orang jauh-jauh. Paling-paling ngurusin urusan tetangga-tetangganya juga. Kalaupun menyebar sampai kampung sebelah, orang kampung sebelah juga enggak ambil pusing. Tapi sekarang, orang yang punya hobi demikian, seakan difasilitasi.
                Dulu, dengarin gosip tentang artis itu baru menarik perhatian saya di penghujung saya SMP. Acara gosip artis di TV juga cuma boleh tayang satu waktu saja dalam satu hari. Nah sekarang, bahkan jam berapa pun kita bermaksud mendengar gosip tentang dunia artis itu difasilitasi. Bukan hanya di saluran TV, namun juga media elektronik. Bahkan, kita bisa bergabung langsung di akun medsosnya si artis yang bersangkutan.
                Dulu, tokoh agama itu berlomba-lomba menyuarakan bahwa kehidupan artis itu kehidupan yang moderat. Bagaimana tidak, kebiasaan artis kawin-cerai berdampak negatif pada kehidupan masyarakat bahkan yang masih terikat dengan hukum adat sekalipun mulai ikut-ikutan tren kawin-cerai. Nah sekarang, mereka yang dikenal publik sebagai ustadz pun kehidupan pribadinya menjadi konsumsi publik. Syukur-syukur kalau semuanya yang baik-baik, yang ada malah ustadz kehidupan keluarganya berada di ujung tanduk malah disiarkan secara investigasi.
                Seharusnya, kehidupan pribadi diurusin orang lain itu pasti enggak nyaman rasanya. Nah sekarang kok jadi kebalik, ya? orang-orang seakan berlomba-lomba agar kehidupan pribadinya diurusi juga sama publik. Pengguna medsos, termasuk saya juga ini yang pakek, semuanya pengen kayak artis yang segala sisi kehidupannya disoroti publik. Di like, dikomentari, sampai di share biar jadi viral gitu.
                Jadi kepikiran ide cerita FTV gitu yah, jodoh dari medsos. Belum ada yang buat kayaknya. Tapi kalau kejahatan dari medsos udah sempat viral sih, gara-gara pengen dibilang keren. Si Cewek dapat kenalan cowok via medsos terus janjian ketemuan. Eh, pas ketemuan enggak taunya si cowoknya otak mesum, diperkosa, karena si cowok bingung, terus si cewek dibunuh. Aih... pantesan ide cerita jodoh lewat medsos belum pernah difilmkan. Keduluan penjahat sich..
                Kembali ke judul deh, udah mulai ngawur ngidul kayaknya. Sekarang makna tetangga itu memang semakin luas. Dulu perantauan sumatera ketemu orang sumetara di Jawa bilangnya tetangga. Tetangga jauh dari kampung. Sekarang, personel Linkin Park meninggal itu bisa jadi urusan tetangga juga. Tetangga antar benua. Jauh? Enggak, masih dekat. Kan dunia maya itu tidak pernah mengukur jarak jauhnya benua Asia ke Eropa.
                Yang paling ngetren sekarang itu justru pas lagi mau buat hajatan. Misalnya walimahan. Si calon pengantin post undangan via status. Kalau dulu ada tetangga yang nikah terus calonnya dari kampung sebelah, tetangganya pada heboh tuh di hari H pengen ngeliat si pengantin dari kampung sebelah. Nah sekarang, gitu undangan launching di akun facebook si calon manten, teman-temannya langsung stalker fb pasangannya. Di rasa biasa aja, yang di undang buat status.
                “Sekarang undangan di antar via online, jadi ngadirinnya online juga lah, ya.”
                Gubrak, kan?

                Finally, kesimpulannya adalah bagaimana kita bijak menggunakan media sosial. Jangan karena ikut-ikutan. Ingat, semua yang diciptakan itu ada baik dan buruknya. Okelah, Justin Bieber bisa sesukses sekarang karena upload video di youtube. Masak ia sakin pengennya terkenal kamu juga buat postingan yang buat kucing pun bisa muntah-muntah. Yah, kalau ada yang difasilitasi dengan media sosial sih saya setuju mereka itu para penggemar ngurusin kehidupan orang lain. Sebagai saudara sesama manusia, kasian dong sama mereka. Mereka harus menjadi tetangga yang kenyang dengan memakan bangkai saudaranya setiap melihat postingan kita. Kok tega sih follower di IG, akhirnya menjadi tetanggaku harimauku juga.

No comments:

Post a Comment