Kalau ingat cerita orang dulu, selalu saja pemeran antagonisnya itu
tetangga. Yah, enggak jauh beda sama cerita Sinetron “Tukang Bubur Naik Haji” itu
yang akhirnya tamat juga. Hampir komplit banget tuh cerita, kalau mamaku
bilang, itu persis kehidupan masyarakat di kampung. Sampai-sampai tetangga kami
yang suka usil sama tetangga disebut-sebut sebagai Haji Muhidinnya.
Tapi kali ini kita
enggak mau bahas itu. Kita mau bahas tentang kehidupan di media sosial. Pernah
beredar tulisan, bahwa sebenarnya media sosial itu hanya pelarian dunia nyata.
Entah penelitian dari mana, didapatlah data bahwa orang yang suka posting
moment bahagia, faktanya di kehidupan nyatanya ia tidak bahagia. Bahkan, yang
sering ngepost makanan, bisa jadi di dunia nyatanya ia sering kelaparan.
Kalaulah itu benar, tragis sekali.
Dan kali ini, justru
ada yang lebih tragis lagi. Dulu sekali, kalau ada orang yang punya hobi
ngurusin urusan orang lain, itu biasanya urusan yang diurus bukan orang
jauh-jauh. Paling-paling ngurusin urusan tetangga-tetangganya juga. Kalaupun
menyebar sampai kampung sebelah, orang kampung sebelah juga enggak ambil
pusing. Tapi sekarang, orang yang punya hobi demikian, seakan difasilitasi.
Dulu, dengarin gosip
tentang artis itu baru menarik perhatian saya di penghujung saya SMP. Acara
gosip artis di TV juga cuma boleh tayang satu waktu saja dalam satu hari. Nah
sekarang, bahkan jam berapa pun kita bermaksud mendengar gosip tentang dunia
artis itu difasilitasi. Bukan hanya di saluran TV, namun juga media elektronik.
Bahkan, kita bisa bergabung langsung di akun medsosnya si artis yang
bersangkutan.
Dulu, tokoh agama itu
berlomba-lomba menyuarakan bahwa kehidupan artis itu kehidupan yang moderat.
Bagaimana tidak, kebiasaan artis kawin-cerai berdampak negatif pada kehidupan
masyarakat bahkan yang masih terikat dengan hukum adat sekalipun mulai
ikut-ikutan tren kawin-cerai. Nah sekarang, mereka yang dikenal publik sebagai
ustadz pun kehidupan pribadinya menjadi konsumsi publik. Syukur-syukur kalau
semuanya yang baik-baik, yang ada malah ustadz kehidupan keluarganya berada di
ujung tanduk malah disiarkan secara investigasi.
Seharusnya, kehidupan
pribadi diurusin orang lain itu pasti enggak nyaman rasanya. Nah sekarang kok
jadi kebalik, ya? orang-orang seakan berlomba-lomba agar kehidupan pribadinya
diurusi juga sama publik. Pengguna medsos, termasuk saya juga ini yang pakek,
semuanya pengen kayak artis yang segala sisi kehidupannya disoroti publik. Di
like, dikomentari, sampai di share biar jadi viral gitu.
Jadi kepikiran ide
cerita FTV gitu yah, jodoh dari medsos. Belum ada yang buat kayaknya. Tapi
kalau kejahatan dari medsos udah sempat viral sih, gara-gara pengen dibilang
keren. Si Cewek dapat kenalan cowok via medsos terus janjian ketemuan. Eh, pas
ketemuan enggak taunya si cowoknya otak mesum, diperkosa, karena si cowok
bingung, terus si cewek dibunuh. Aih... pantesan ide cerita jodoh lewat medsos
belum pernah difilmkan. Keduluan penjahat sich..
Kembali ke judul deh,
udah mulai ngawur ngidul kayaknya. Sekarang makna tetangga itu memang semakin
luas. Dulu perantauan sumatera ketemu orang sumetara di Jawa bilangnya
tetangga. Tetangga jauh dari kampung. Sekarang, personel Linkin Park meninggal
itu bisa jadi urusan tetangga juga. Tetangga antar benua. Jauh? Enggak, masih
dekat. Kan dunia maya itu tidak pernah mengukur jarak jauhnya benua Asia ke
Eropa.
Yang paling ngetren
sekarang itu justru pas lagi mau buat hajatan. Misalnya walimahan. Si calon
pengantin post undangan via status. Kalau dulu ada tetangga yang nikah terus
calonnya dari kampung sebelah, tetangganya pada heboh tuh di hari H pengen
ngeliat si pengantin dari kampung sebelah. Nah sekarang, gitu undangan launching
di akun facebook si calon manten, teman-temannya langsung stalker fb
pasangannya. Di rasa biasa aja, yang di undang buat status.
“Sekarang undangan di
antar via online, jadi ngadirinnya online juga lah, ya.”
Gubrak, kan?
Finally, kesimpulannya
adalah bagaimana kita bijak menggunakan media sosial. Jangan karena
ikut-ikutan. Ingat, semua yang diciptakan itu ada baik dan buruknya. Okelah,
Justin Bieber bisa sesukses sekarang karena upload video di youtube. Masak ia
sakin pengennya terkenal kamu juga buat postingan yang buat kucing pun bisa
muntah-muntah. Yah, kalau ada yang difasilitasi dengan media sosial sih saya
setuju mereka itu para penggemar ngurusin kehidupan orang lain. Sebagai saudara
sesama manusia, kasian dong sama mereka. Mereka harus menjadi tetangga yang
kenyang dengan memakan bangkai saudaranya setiap melihat postingan kita. Kok
tega sih follower di IG, akhirnya menjadi tetanggaku harimauku juga.
No comments:
Post a Comment