Wednesday, August 2, 2017

Catatan Mozaik Mudik: Sinetron Berkah Cinta



Lebaran emang selalu identik dan berdampingan dengan istilah mudik. Begitupun aku, aku mudik justru di saat bulan belum lagi membentuk purnama Ramadhan. Sudah barang tentu aku tak merasakan kehabisan tiket, atau berdesak-desakan di terminal. Bagaimanapun, kembali pulang ke rumah orang tua dan bertemu sanak saudara adalah momen yang paling ditunggu oleh setiap perantau.

            Berlibur, berarti membebaskan diri dari rutinitas. Seperti pula aku, aktifitas menonton TV bersama keluarga yang hampir tidak pernah ku lakukan di tanah rantau akan mengisi jadwal liburan selama mudik. Berhubung kali ini aku punya waktu sekitar sebulan penuh bersama keluarga, sudah pasti rutinitas orang tualah yang menjadi rutinitas baru. Termasuk mengikuti jalan cerita sinetron di TV.
            Entah hanya mamaku, atau ada ibu-ibu lain yang punya kebiasaan sama. Tapi aku memang suka sidikit kesal, setiap nelpon di saat sinetronnya sedang tayang, maka jangan harap kita akan didengar atau mendengarkan kabarnya. Karena apa? Karena yang kita dengar hanyalah tentang sinetronnya ini.
            Nah, sampai tulisan ini dibuat, aku tidak tahu apakah salah satu sinetron yang disukai mama di kampung masih ada. Tapi ingin berbagi kritik tentang satu sinetron yang kata mama, pemeran prianya itu ganteng...
            Sinetron ini diberi judul “Berkah Cinta”. Aku hampir tidak mengenal kebanyakan pemainnya. Kalau pun ada yang masih tetap eksis mungkin Meriam Belina. Aku pun tidak yakin tulisan ini dibuat untuk mengkritik atau apa, tapi yang jelas aku hanya ingin menumpahkan sebagian dari isi kepala yang sedikit menambah berat badanku... #Eeeeeeeeeaaaaaaaaaaaa
            Ada yang menarik di sinetron ini sebenarnya. Ini tentang sosok Pratama, yang justru bukan pemeran utama di sinetron ini. Pratama adalah sosok antagonis, pebisnis sukses yang hampir menghalalkan segala cara. Namun demikian, seorang Pratama yang begitu kuat ternyata dapat lemah juga.
            Pratama lemah saat harus berhadapan dengan perempuan. Apakah perempuan itu dua adik kandungnya. Atau gadis yang sangat dicintainya. Kalau pun ada perempuan yang tidak bisa meluluhkan hati seorang Pratama Wirayuda, maka perempuan itu adalah ibu kandungnya sendiri.
            Entahlah, karena hanya mengikuti sepenggal kisahnya selama liburan di rumah. Tapi setidaknya sinetron dengan pilihan judul yang sangat manis ini sebenarnya sedang mengajarkan tentang bagaimana cinta berperan dalam keluarga. Cinta seorang kakak kepada adik-adiknya, saat ditinggal dan ditelantarkan oleh orang tua mereka.
            Romantisme antara Erros dan Tania bisa jadi hanyalah selingannya. Kehadiran Pratama di antara mereka jelas menjadi masalah, tapi bukan itu intinya. Penjelasannya justru bagaimana Pratama berjuang menaklukkan hati Tania yang sudah terpaut dengan Erros, justru di tengah-tengah kecintaannya yang tak terbatas pada kedua adiknya.
            Namun...
            Sinetron ini menjadi kurang menarik, justru dengan sikap kasar Pratama pada ibunya. Jadi pengen ceramah kalau ingat setiap adegan Pratama dengan ibunya. Apapun itu, bahkan Pratama tak pernah menatap apalagi memanggil ‘Ibu’ kepada Ibu kandung yang konon di ceritakan telah menelantarkan Pratama dan adik-adiknya di aktu kecil
Entahlah, entah sinetron ini sudah selesai atau justru ratingnya makin naik, sehingga jalan ceritanya diperpanjang. Tapi jika aku diberi kesempatan untuk mengakhiri ceritanya, aku lebih suka Pratama memaafkan ibunya, dengan begitu akhirnya ia dapat mendapatkan Tania, satu-satunya perempuan lain yang menjadi obsesi cintanya. Sedang Erros, yang kata mamaku ganteng (Padahal lebih tampat Pratama lagi dengan bereoknya.... xixixi) biarlah Sisil yang menjadi pelabuhan terakhirnya.
Ide cerita Get Merried masih sangat menarik menurutku. Entah karena ide cerita itu sedikit mustahil, tapi tema cinta dan persahabatan ini cukup menguras emosi dan membangun iri ama si Mae. Faktanya, persahabatan itu justru berubah saat satu per satu personelnya mulai membangun negara kecilnya masing-masing.

Aku rindu drama kolosal dulu. Angling Dharma, Karmapala, Dendam Nyi Pelet, Jaka Tingkir, dan seterusnya. Aku jadi terfikir legenda tentang Gajah Mada kemudian dikemas seperti drama Kolosal Korea seperti Moon Lovers, dimana salah satu tokohnya didatangkan dari dunia sekarang. Atau kisah-kisah terkenal seperti Siti Nurbaya, Malin Kundang dikemas seperti drama kolosal Korea itu. Gimana ya kira-kira?

No comments:

Post a Comment