Wednesday, August 2, 2017

Jupe: Mengukir Nama setelah Kematian



Julia Perez, yang kemudian akrab disapa dengan Jupe, adalah sosok yang tiba-tiba menjadi menarik perhatianku justru setelah kematiannya. Yah, karena sebagai penikmat film Indonesia hanya ada satu filmnya yang pernah ku tonton dengan setengah hati: Rumah Bekas Kuburan. Setengah hati sebab film ini kudapat dari situs tak resmi dari teman ke teman.

            Aku adalah satu dari mereka yang berada di sisi kiri Jupe. Apakah itu tentang hubungan Almarhumah dengan ibunya perihal kisah asmaranya sampai ambisinya menjadi pejabat, setidaknya itulah yang disediakan oleh media yang semakin menambah stigma negatif seorang Jupe dimataku, dulu. Wajar, bukankah setiap konsumen media berhak menentukan posisinya? Apalagi untuk orang yang belum pernah bertemu apalagi mengenal lebih dekat seorang Jupe.
            Lalu kenapa almarhumah justru berhasil menarik perhatian justru setelah kematiannya?
            Mungkin alasan utama karena aku selalu percaya tentang ungkapan, bahwa seseorang baru bisa dinilai baik setelah ia meninggal dunia. Itu bukan karena ia pernah membangun rumah singgah, di masa sakitnya sedang membangun mushalla dan aktifitas sosialnya yang lain. Yang menarik justru tinggi taburan bunga di atas makamnya. Sebuah media melaporkan bahwa di hari ketujuh kepulangan Almarhumah ke Rahmatullah taburan bunga dimakamnya mencapai tinggi setinggi satu jenggal orang dewasa.
            Lagi-lagi aku konsumen media, tapi kali ini aku percaya, taburan bunga itu bukan ditaburkan oleh satu orang saja, pasti ada banyak orang yang sengaja datang untuk berziarah ke persinggahan terakhir Almarhumah. Itu artinya, semasa hidupnya Almarhumah adalah sosok yang telah menebar kebaikan sampai-sampai banyak orang rela datang dari jauh meski hanya menjenguk makamnya saja.
            Yah, aku memang sebelumnya punya stigma negatif untuk Almarhumah Jupe. Tapi kali ini aku ingin belajar dari seorang Jupe. Pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran bagi orang-orang yang selalu ingin menjadi terkenal, bukan hanya terkenal di masa hidupnya tapi terkenang hingga kematiannya.
            Keinginan untuk bersua dengan seorang Jupe hari ini sudah pasti menjadi hal yang sangat mustahil. Seperti sejak dulu aku tak mau tau tentang beliau. Mungkin aku pun akan tetap tidak mau tau. Pelajaran yang terpenting itu justru sebuah nasihat kematian. Pelajaran tentang sebuah ukiran nama yang tetap menyejarah bahkan berabad-abad setelah kepergiannya. Pelajaran tentang banyaknya air mata yang mengalir mengantarkan perjalan kembali ke haribaan-Nya.
            Bukankah tak sedikit kita temui, seseorang hidup kemudian mati dan dilupakan?
            Bukankah sudah menjadi fitrahnya manusia ingin terkenal? Bahkan sekarang ini melalui akun-akun sosial media masing-masing setiap orang berlomba-lomba untuk semakin eksis. Apapun niat awalnya, bukankah keeksisan itu tetap akan mengarah pada sebuah keinginan untuk dikenal? Yah, tidak ada yang salah dengan fitrah ini. Tinggal lagi bagaimana kita meluruskan niat agar keinginan untuk dikenal itu bukan hanya oleh penduduk bumi, bukan hanya setelah kematian, tapi keinginan untuk dikenal oleh penduduk langit.
Tentunya penduduk langit tidak mengenal orang yang biasa-biasa bukan? Ibarat kata mereka hanya mengenal dua warna, hitam dan putih. Mereka mengenal orang-orang yang sholeh-sholehah dan orang-orang yang dilaknat oleh Allah. Pilihan kita lagi, apakah kita ingin dikenal sebagai orang yang baik atau orang-orang yang dilaknat. Keinginan untuk dikenal oleh penduduk langit sebagai orang baik tentunya keinginan yang terbaik.

Konon katanya, ketika penduduk langit  mengenal penduduk bumi mereka suka menyebut-nyebut namanya. Sama saja pengandaiannya seperti kita saat menyukai seseorang, bukankah kita pun suka menyebut-nyebut kebaikannya?

2 comments:

  1. Semoga kita tak termasuk yg dikenal penduduk langit sebagai bagian yang terlaknat. Ngerih juga baca nya

    ReplyDelete
  2. Aamiin...
    Apalagi kita enggak punya pilihan untuk menjadi Abu-abu kak

    ReplyDelete