Julia Perez, yang kemudian akrab disapa dengan Jupe, adalah sosok yang
tiba-tiba menjadi menarik perhatianku justru setelah kematiannya. Yah, karena
sebagai penikmat film Indonesia hanya ada satu filmnya yang pernah ku tonton
dengan setengah hati: Rumah Bekas Kuburan. Setengah hati sebab film ini kudapat
dari situs tak resmi dari teman ke teman.
Aku adalah satu dari
mereka yang berada di sisi kiri Jupe. Apakah itu tentang hubungan Almarhumah
dengan ibunya perihal kisah asmaranya sampai ambisinya menjadi pejabat,
setidaknya itulah yang disediakan oleh media yang semakin menambah stigma
negatif seorang Jupe dimataku, dulu. Wajar, bukankah setiap konsumen media
berhak menentukan posisinya? Apalagi untuk orang yang belum pernah bertemu
apalagi mengenal lebih dekat seorang Jupe.
Lalu kenapa almarhumah
justru berhasil menarik perhatian justru setelah kematiannya?
Mungkin alasan utama
karena aku selalu percaya tentang ungkapan, bahwa seseorang baru bisa dinilai
baik setelah ia meninggal dunia. Itu bukan karena ia pernah membangun rumah
singgah, di masa sakitnya sedang membangun mushalla dan aktifitas sosialnya
yang lain. Yang menarik justru tinggi taburan bunga di atas makamnya. Sebuah
media melaporkan bahwa di hari ketujuh kepulangan Almarhumah ke Rahmatullah
taburan bunga dimakamnya mencapai tinggi setinggi satu jenggal orang dewasa.
Lagi-lagi aku konsumen
media, tapi kali ini aku percaya, taburan bunga itu bukan ditaburkan oleh satu
orang saja, pasti ada banyak orang yang sengaja datang untuk berziarah ke
persinggahan terakhir Almarhumah. Itu artinya, semasa hidupnya Almarhumah
adalah sosok yang telah menebar kebaikan sampai-sampai banyak orang rela datang
dari jauh meski hanya menjenguk makamnya saja.
Yah, aku memang sebelumnya
punya stigma negatif untuk Almarhumah Jupe. Tapi kali ini aku ingin belajar
dari seorang Jupe. Pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran bagi orang-orang
yang selalu ingin menjadi terkenal, bukan hanya terkenal di masa hidupnya tapi
terkenang hingga kematiannya.
Keinginan untuk bersua
dengan seorang Jupe hari ini sudah pasti menjadi hal yang sangat mustahil.
Seperti sejak dulu aku tak mau tau tentang beliau. Mungkin aku pun akan tetap
tidak mau tau. Pelajaran yang terpenting itu justru sebuah nasihat kematian.
Pelajaran tentang sebuah ukiran nama yang tetap menyejarah bahkan berabad-abad
setelah kepergiannya. Pelajaran tentang banyaknya air mata yang mengalir
mengantarkan perjalan kembali ke haribaan-Nya.
Bukankah tak sedikit kita
temui, seseorang hidup kemudian mati dan dilupakan?
Bukankah sudah menjadi
fitrahnya manusia ingin terkenal? Bahkan sekarang ini melalui akun-akun sosial
media masing-masing setiap orang berlomba-lomba untuk semakin eksis. Apapun
niat awalnya, bukankah keeksisan itu tetap akan mengarah pada sebuah keinginan
untuk dikenal? Yah, tidak ada yang salah dengan fitrah ini. Tinggal lagi
bagaimana kita meluruskan niat agar keinginan untuk dikenal itu bukan hanya
oleh penduduk bumi, bukan hanya setelah kematian, tapi keinginan untuk dikenal
oleh penduduk langit.
Tentunya penduduk langit tidak mengenal orang yang
biasa-biasa bukan? Ibarat kata mereka hanya mengenal dua warna, hitam dan
putih. Mereka mengenal orang-orang yang sholeh-sholehah dan orang-orang yang
dilaknat oleh Allah. Pilihan kita lagi, apakah kita ingin dikenal sebagai orang
yang baik atau orang-orang yang dilaknat. Keinginan untuk dikenal oleh penduduk
langit sebagai orang baik tentunya keinginan yang terbaik.
Semoga kita tak termasuk yg dikenal penduduk langit sebagai bagian yang terlaknat. Ngerih juga baca nya
ReplyDeleteAamiin...
ReplyDeleteApalagi kita enggak punya pilihan untuk menjadi Abu-abu kak