Wednesday, August 2, 2017

Niat

Inna a’malu bin niah

Hari itu, saat rencana hijrah ke Madinah, seorang sahabat menemi Rasulullah SAW. Tak dinyana si sahabat pun mengadu kepada Rasulullah SAW., “Yaa Rasulullah, sesungguhnya si Fulan ikut berhijrah karena ia menaruh hati pada si Fulanah.”

                Mendengar itu Rasulullah SAW. tersenyum lalu ia bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung niatnya. Barangsiapa hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Maka ia akan mendapatkan Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrah karena wanita yang dicintainya, maka ia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.”
                Sepenggal kisah di atas pun kemudian menjadi hadits pertama dalam kumpulan Hadits Arbain. “Inna a’malu bin niah”. Sesungguhnya setiap amal tergantung kepada niatnya. Artinya, petunjuk dari Rasulullah SAW ini harusnya menjadi pilar pertama dalam setiap aktifitas kehidupan kita. Hadits yang asbabun nuzulnya pada persiapan hijrah.
                Hijrah. Meninggalkan. Hijrah kemudian mendapat makna luas meninggalkan kehidupan jahiliyah menuju kehidupan dengan cahaya Islam. Kita lihat hari ini, keberhasilan dakwah sudah semakin membaik. Dulu, banyak sekali kita dapati penduduk Indonesia yang berstatus Islam KTP. Akhirnya, dengan semakin maraknya media sosial kita dapati semakin banyak orang-orang yang memutuskan untuk berhijrah. Hijrah menuju Islam yang kaffah. Ini adalah satu hal yang patut kita syukuri.
                Kita lihat, sebelum tahun 90-an mengenakan jilbab menjadi satu hal yang tabu. Tapi sekarang, para muslimah sudah banyak yang malu untuk tidak mengenakan jilbab sebagai identitasnya. Bahkan, dakwah untuk berjilbab yang syar’i juga sudah meng-Indonesia mengalahkan dakwah kaum sekuler yang menyebut jilbab sebagai budaya orang Arab yang tidak perlu diterapkan di Indonesia yang kaya budaya.
                Dulu, pengajian identik diisi oleh santri-santri dan alumni pesantren, namun sekarang kampus-kampus negeri di Indonesia sudah berubah negeri para santri, dimana mesjid-mesjidnya senantiasa ramai oleh mahasiswa yang ikut shalat berjamaah. Kita senang melihat pemuda-pemuda yang tidak pernah mencicipi kehidupan di pesantren, namun bibirnya senantiasa dibasahi oleh lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
                Sungguh, proses hijrah menuju kehidupan yang lebih baik selalu menjadi kisah yang membuat haru. Namun, ada satu pilar yang seringkali justru dilupakan.
                Apa itu?
                Niat.
                Yah, jika kita dulunya sepakat bahwa niat itu diletakkan di awal. Maka sebenarnya tidak. Niat itu adalah sesuatu yang harus kita perbaharui. Tak ubahnya seperti syahadat yang setidaknya 9 kali kita ucapkan dalam sehari semalam. Karena apa? Sebab kita harus selalu khawatir, dualisme gelombang kehidupan kita membuat niat kita berubah sewaktu-waktu.
                Seperti sahabat yang diadukan dalam hadits di atas. Beliaulah Thalhah. Seorang pemuda kaya dari Bani Quraisy yang ketika itu masih dalam keadaan kafir. Saat kaum Muslimin berhijrah, maka ia pun ingin berhijrah sebab rasa cintanya kepada seorang Muslimah yang ketika itu telah ditinggal mati oleh suaminya. Bagaimana akhirnya, sebab senantiasa memperbarui niatnya, Thalhah justru bukan hanya mendapatkan kekasih hatinya, Allah memberinya kesempatan sebagai syuhada.
                Begitu pun kita. Dulu sekali, seorang Muslimah memutuskan berjilbab itu adalah keputusan yang besar. Ada khawatir di dalam hatinya, kelak akhlaknya tak bisa menjaga kesucian jilbab yang dikenakannya. Bahkan saya mengalaminya. Sebagian justru mendapat pertentangan dari orang-orang terdekatnyanya. Sekarang, seorang Muslimah bisa saja memutuskan berjilbab kemudian berdalih:
                “Wanita berjilbab itu belum tentu baik. Tetapi wanita yang baik sudah pasti berjilbab.”
                Muslimah berjilbab dulu sangat menjaga akhlaknya. Sekarang kita dapati di tempat-tempat umum muslimah berjilbab tertawa terbahak-bahak, berjalan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Bahkan, pernah beredar pula pengusaha adversing membuatkan jaket khusus untuk muslimah agar aman saat menumpang ojek on-line. It’s real.
                Niat ini luar biasa. Malaikat telah mencatat satu pahala kebaikan saat kita berniat melaksanakannya. Kemudian malaikat mencatat satu kebaikan lagi saat kita benar-benar melaksanakannya. Sedang niat jahat baru dicatat sebagai kejahatan saat kita benar-benar telah melaksanakannya. Sebab itulah niat ini menjadi pilar yang senantiasa haruss diperbaiki.
                Bayangkan, jika seorang muslimah berniat hijrah karena seorang pemuda yang dicintainya. Niatnya hanya itu, berbuat untuk dilihat dan mendapatkan perhatian pemuda yang dicintainya itu. Lalu apa yang ia lakukan setelah pemuda itu benar-benar telah menjadi miliknya? Untuk siapa lagi muslimah itu berbuat kebaikan, toh ia sudah mendapatkan yang ia inginkan?

                Di sinilah peran perbaharuan niat. Sebab kehidupan dunia bukan tujuan akhir kita. Sebagaimana Thalhah, beliau bukan hanya mendapatkan bidadari kekasih hatinya di dunia, tapi Allah menambahkan bidadari-bidadari surga untuknya sebagai hadiah niatnya yang senantiasa diperbaharui. Indah bukan, ketika muslimah berhijrah karena pemuda yang menjadi dambaan hatinya, kemudian dengan niatnya yang senantiasa diperbaharui karena Allah, pemuda tersebut bukan hanya menjadi imamnya di masa hidup, tapi Allah memasukkan keduanya ke surga sebagai dua orang yang saling mencintai karena Allah.

No comments:

Post a Comment