Friday, September 1, 2017

Riview Film AADC 2

Belajar psikologis Pecinta dari “Rangga dan Cinta”

Ada Apa dengan Cinta 2, selang beberapa jam film ini tayang di bioskop, google langsung diramaikan oleh riviewnya. Aku cuma ingat film ini tayang berdekatan dengan kembali ricuhnya keadaan Palestina, soalnya sempat booming sebuah puisi ala Rangga Sholeh untuk Palestina. Nah, gegara puisi itu juga aku jadi sedikit kepo untuk nonton film part pertamanya. (Pas part pertama tayang aku masih imut soalnya)
                Well, akhirnya sekitar sebulan setelah AADC 2 tayang di bioskop, salah satu stasiun TV swasta menayangkan part satunya. Sebenarnya sih ini film udah sering ditayangkan di TV, tapi aku belum pernah seniat ini untuk mendalami ceritanya. Berhubung lagi libur, aku bela-belain waktulah untuk nonton. Pertanyaannya, apakah ketika AADC 2 tayang di bioskop aku nonton?
                Ternyata, dari hasil jenjalan di google, aku memutuskan untuk enggak nonton. Maklumlah, masih mahasiswa yang beasiswanya cuma dari kampung, wajarlah kalau mikir panjang untuk menghadiahi diri dengan uang lebih. Tapi, ya tetap kepo juga. Soalnya ada salah satu tulisan yang aku baca waktu itu, yang isinya mengkritisi film ini abis-abisan. Jadilah, pas ketemu temen yang doyan banget koleksi film beginian dari ambil file di internet jadi korban. Reaksinya, “Kusarankan kau enggak usah nontonlah, Na. Menurutku filmnya enggak bagus. Lagian filenya enggak ada kusimpan, setelah nonton langsung aku hapus karena enggak suka.”
                O o o...
                Okelah, meski masih menyimpan kekepoan. Aku percaya aja sama si kawan. Apalagi waktu itu skripsi minta perhatian lebih. Well, tapi akhirnya bulan Mei kemaren, sesambil menunggu jadwal wisuda aku sempat juga nonton filmnya. Dan reaksinya, “Aaaah, asem banget emang si Rangga.” Walaupun mengamini pendapat si kawan, tapi aku masih merasa perlu menonton ulang film ini.
                Sampailah 25 Agustus kemaren salah satu stasiun TV swasta menayangkan film ini. Aku percaya, penerimaan sesuatu yang sama dengan waktu yang berbeda pasti akan berbeda. Benar aja, kali ini aku mau sharing pelajaran yang bisa dipetik dari film ini.
                Jadi, aku anggap aja kalian udah pada nonton, ya? Diawali dengan adik tirinya Rangga yang nyusulin ke Amerika dengan alasan ibu. Jadi, di part satu kan dah di kasi tau tu kalau Rangga ini cowok romantis, tapi korban brokenhome gitu. Bertepatan dengan itu, Cinta and the genk merencakan untuk liburan ke Yogya. Udah tau la yaa kalau ibunya Rangga itu tinggal di Yogya juga.
                Dari part 1 ke part 2, diberi timing 9 tahun kemudian. Dan para penonton yang menunggu sepertinya nunggu lebih lama dari itu. (Bener enggak, sih?). Well, singkat cerita, si Rangga sampai Indonesia, lagi-lagi nulis puisi di pesawat, daaaaaaaan menyengajakan diri untuk mampir ke rumah keluarganya Cinta. Malangnya, bukan hanya Cinta udah sampe Yogya, tapi Cinta dan keluarga juga sudah tidak tinggal di rumah itu.
                Gitulah ya, karena ini film tokoh utamanya Rangga dan Cinta, gimanapun pasti si pengarang cerita akan membuat benang merah mempertemukan keduanya. Dan pertemuan ini adalah titik absurd pertama di film ini, ini pendapatku pribadi sih. Pertemuan yang terkesan tidak disengaja, tapi sebenarnya direncanakan oleh seseorang. Oke kita skip aja, sampai akhirnya si Cinta memutuskan untuk ketemu Rangga keesokan harinya.
                Nah, disinilah letak emosi kita dikuras. Aku sampe mikir, ini si Cinta jadi cewek plin-plan banget sih. Si Rangga apalagi, okelah caranya romantis, tapi percayalah saudaraku sesama kaum hawa... trik-trik yang dibuat si Rangga ini adalah langkah-langkah yang diajarkan setan. Pelajaran pertamanya; pecinta itu emang gitu kali, ya? Maksud aku, lihat tingkah si Cinta saat mau berangkat, yang enggak pernah make up, mulai coba-coba. Nyebelin kan, padahal kan tujuannya ketemu Rangga cuma mau dengar penjelasan Rangga kenapa dia diputusin secara sepihak tanpa penjelasan sembilan tahun silam. Syukurlah, akhirnya malaikat si Cinta yang di sebelah kanan lebih kuat, jadi rencana untuk ber-make up diurungkan.
                Next, apa yang terjadi setelah Cinta menjelaskan alasannya mau menemui Rangga? Ternyata, panah iblis pertama Rangga diluncurkan, alasannya sih mau memberi penjelasan, tapi kenapa juga coba harus sambil jalan? Bukannya Cinta udah bilang, alasannya dia mau ketemu Rangga itu karena teman-temannya, tapi kenapa dia malah ingkar janji untuk kembali sebelum jadwal makan siang?
                Sebelum kita lanjut, ada satu scane yang aku suka di perjalanan itu sih. Itu saat dialog ini:
Cinta      : Kamu kenapa enggak pulang-pulang ke Indonesia. enggak homesick?
Rangga: bla bla bla... aku ikut pemilu loo...
Cinta      : oya? Kamu pilih siapa?
Diam.
Cinta      : jangan-jangan pilihan kita sama.
Ketawa bareng.
Rangga: kamu nyesel, enggak?
                Pertanyaan Rangga ini aku suka. Walaupun maknanya masih ambigu.
                Oke lanjut ....
                Udah tau la yaa... apa alasan Rangga putusin Cinta. Menurutku sih, justru ini panah kedua dari iblisnya si Rangga. Seakan-akan alasan Rangga itu salahnya Cinta. Iya, enggak sih? Kalau pun enggak, akhirnya Cinta merasa bersalah dan mau aja diajak Rangga lagi, kan? Iya, ajalah.... toh, setelah ingkar janji sama temen-temennya di jadwal makan siang. Cinta malah enak-enakkan makan malam sama Rangga. Alibinya dia akan balik di jadwal makan malam, kan?
                Oke, sekarang Rangga mulai berani.
Rangga: Kamu udah pernah ke sini, enggak? (Sengaja di bolt karena lupa nama tempatnya)
Cinta      : Rangga, ini tuh udah larut malam...
Rangga: Iya, dan teman-teman kamu udah pada tidur, kan?
                Malaikatnya si Cinta pasti sudah diikat sama setannya sendiri, tuch. Gue yang nonton aja, pengen ngelempar telur busuk ke mukanya si Rangga pas kasih alasan itu. Sumpah, respon ini pas nonton pertama kali, kedua kali justru mau lempar telur busuknya lebih banyak. Spanding.
                Next, okelah untuk yang suka travelling bisa setuju sama pernyataan Rangga pas mereka sampai di tempat yang dimaksud Rangga. Tapi berduaan di tempat sunyi dan gelap, apa enggak memperkuat tenaga si setan, tuch? Lihat aja, padahal temannya Cinta di penginapan resah setengah ngantuk. Eh, seenak udelnya dia malah bilang:
                “Aku baik-baik aja. Kalian istirahat duluan aja. Tapi aku belum selesai, kemungkinan bisa sampai subuh.”
                Benarkah Cinta pulang di waktu subuh?
                Ah, kalian liat ajalah. Nyatanya, pas Cinta balik ke penginapan barang-barangnya sudah siap di packing sama teman-temannya. Mereka udah tinggal go aja, kalau Cinta enggak harus mengadakan ritual mandi pagi. Ya iyalah, orang sebelum masuk ke penginapan malaikatnya Cinta benar-benar sudah lemas tak berdaya.
                Oke, semua yang kita bahas tadi cuma pengantar. Karena klimaksnya adalah saat akhirnya tunangan Cinta memergoki Rangga ada di galeri Cinta. Kalau ada yang bilang “Cinta itu buta”, nah inilah buktinya. Bisa jadi Cinta punya etiket baik untuk menceritakan pertemuannya dengan Rangga selama di Yogya. Tapi ya gitu, lagi-lagi nasihat “Bersegeralah berbuat baik” itu emang pedoman hidup. Dan gegara malaikatnya Cinta sudah sempat diikat sama iblisnya sendiri. Ya gitulah jadinya...
                Kalau aku sih lebih suka, ini film diakhiri aja pas Cinta ngejar Rangga ke bandara. Si Cintanya mati pas lagi ngebut. Ini lebih sehat. Kalau mau dilanjutkan, bisa ditayangkan bagaimana akhirnya nasib Cinta di akhirat karena sudah mau diperbudak nafsunya.
                Tapi ya gitulah, ya? Itu kan maunya aku. Toh, pengarang ceritanya bukan aku. Ya suka-suka dia la ya, kan? Syukurnya, kemungkinan AADC 3 enggak bakal ada. Coba aja pas si Cinta nyampek di Cafe-nya Rangga, terus dia enggak terima dengan penjelasan Rangga, kemungkinan part 3 nya akan ada tuh pasti. Seenggaknya etiket baik pengarangnya mengakhiri dengan adegan yang biasa ditemukan di drama romance Korea ini patut disyukurilah, nyeleneh sih, setidaknya panah setannya Rangga tidak lagi merusak saraf-saraf generasi pecinta semu selanjutnya.
                Nemu enggak pelajaran psikologisnya?
               Jadi sebenarnya aku cuma mau ngeshare, apa yang terjadi pada Cinta dan Rangga, begitulah gambaran psikologis para ‘pecinta’. Orang-orang yang sehat akalnya, pasti bisa ngerasain emosi yang sama, setidaknya geram aja. Kalau memang teman-temannya luar biasa. Kok, tega sih diingkari berkali-kali. Padahal yang punya ide untuk liburan itu bukannya si Cinta? Kebanyakan orang pasti setuju, “Sesakit-sakitnya patah hati, pasti tak sesakit ditikam oleh teman sendiri.” (Bukan pengalaman pribadi, yaaa)
                Udah banyak kan buktinya? Jangankan teman, yang bohong sama orang tuanya aja banyak. Bahkan, yang sanggup mempertaruhkan keyakinan dengan alasan ‘cinta’ juga bejibun. Kembali lagi sih, Allah aja enggak pernah maksa hamba-Nya. Sekalipun Allah firmankan ‘Jangan’, tetap saja Allah memberi hamba-Nya pilihan dengan segala konsekuensinya. Apalagi aku yang cuma .......


No comments:

Post a Comment