Belajar psikologis Pecinta dari
“Rangga dan Cinta”
Ada Apa dengan Cinta 2, selang beberapa jam film ini tayang di bioskop,
google langsung diramaikan oleh riviewnya. Aku cuma ingat film ini tayang
berdekatan dengan kembali ricuhnya keadaan Palestina, soalnya sempat booming sebuah puisi ala Rangga Sholeh
untuk Palestina. Nah, gegara puisi itu juga aku jadi sedikit kepo untuk nonton
film part pertamanya. (Pas part pertama tayang aku masih imut
soalnya)
Ternyata, dari hasil
jenjalan di google, aku memutuskan untuk enggak nonton. Maklumlah, masih
mahasiswa yang beasiswanya cuma dari kampung, wajarlah kalau mikir panjang
untuk menghadiahi diri dengan uang lebih. Tapi, ya tetap kepo juga. Soalnya ada
salah satu tulisan yang aku baca waktu itu, yang isinya mengkritisi film ini
abis-abisan. Jadilah, pas ketemu temen yang doyan banget koleksi film beginian
dari ambil file di internet jadi korban. Reaksinya, “Kusarankan kau enggak usah
nontonlah, Na. Menurutku filmnya enggak bagus. Lagian filenya enggak ada
kusimpan, setelah nonton langsung aku hapus karena enggak suka.”
O o o...
Okelah, meski masih
menyimpan kekepoan. Aku percaya aja sama si kawan. Apalagi waktu itu skripsi
minta perhatian lebih. Well, tapi
akhirnya bulan Mei kemaren, sesambil menunggu jadwal wisuda aku sempat juga
nonton filmnya. Dan reaksinya, “Aaaah, asem banget emang si Rangga.” Walaupun
mengamini pendapat si kawan, tapi aku masih merasa perlu menonton ulang film
ini.
Sampailah 25 Agustus
kemaren salah satu stasiun TV swasta menayangkan film ini. Aku percaya,
penerimaan sesuatu yang sama dengan waktu yang berbeda pasti akan berbeda.
Benar aja, kali ini aku mau sharing
pelajaran yang bisa dipetik dari film ini.
Jadi, aku anggap aja
kalian udah pada nonton, ya? Diawali dengan adik tirinya Rangga yang nyusulin
ke Amerika dengan alasan ibu. Jadi, di part
satu kan dah di kasi tau tu kalau Rangga ini cowok romantis, tapi korban brokenhome gitu. Bertepatan dengan itu,
Cinta and the genk merencakan untuk
liburan ke Yogya. Udah tau la yaa kalau ibunya Rangga itu tinggal di Yogya
juga.
Dari part 1 ke part 2, diberi timing 9
tahun kemudian. Dan para penonton yang menunggu sepertinya nunggu lebih lama
dari itu. (Bener enggak, sih?). Well,
singkat cerita, si Rangga sampai Indonesia, lagi-lagi nulis puisi di pesawat,
daaaaaaaan menyengajakan diri untuk mampir ke rumah keluarganya Cinta.
Malangnya, bukan hanya Cinta udah sampe Yogya, tapi Cinta dan keluarga juga sudah
tidak tinggal di rumah itu.
Gitulah ya, karena ini
film tokoh utamanya Rangga dan Cinta, gimanapun pasti si pengarang cerita akan
membuat benang merah mempertemukan keduanya. Dan pertemuan ini adalah titik absurd pertama di film ini, ini
pendapatku pribadi sih. Pertemuan yang terkesan tidak disengaja, tapi
sebenarnya direncanakan oleh seseorang. Oke kita skip aja, sampai akhirnya si Cinta memutuskan untuk ketemu Rangga
keesokan harinya.
Nah, disinilah letak
emosi kita dikuras. Aku sampe mikir, ini si Cinta jadi cewek plin-plan banget
sih. Si Rangga apalagi, okelah caranya romantis, tapi percayalah saudaraku
sesama kaum hawa... trik-trik yang dibuat si Rangga ini adalah langkah-langkah
yang diajarkan setan. Pelajaran pertamanya; pecinta itu emang gitu kali, ya?
Maksud aku, lihat tingkah si Cinta saat mau berangkat, yang enggak pernah make up, mulai coba-coba. Nyebelin kan,
padahal kan tujuannya ketemu Rangga cuma mau dengar penjelasan Rangga kenapa
dia diputusin secara sepihak tanpa penjelasan sembilan tahun silam. Syukurlah,
akhirnya malaikat si Cinta yang di sebelah kanan lebih kuat, jadi rencana untuk
ber-make up diurungkan.
Next, apa yang terjadi
setelah Cinta menjelaskan alasannya mau menemui Rangga? Ternyata, panah iblis
pertama Rangga diluncurkan, alasannya sih mau memberi penjelasan, tapi kenapa
juga coba harus sambil jalan? Bukannya Cinta udah bilang, alasannya dia mau
ketemu Rangga itu karena teman-temannya, tapi kenapa dia malah ingkar janji
untuk kembali sebelum jadwal makan siang?
Sebelum kita lanjut,
ada satu scane yang aku suka di
perjalanan itu sih. Itu saat dialog ini:
Cinta : Kamu kenapa enggak
pulang-pulang ke Indonesia. enggak homesick?
Rangga: bla bla bla... aku ikut pemilu loo...
Cinta : oya? Kamu pilih siapa?
Diam.
Cinta : jangan-jangan pilihan
kita sama.
Ketawa bareng.
Rangga: kamu nyesel, enggak?
Pertanyaan Rangga ini
aku suka. Walaupun maknanya masih ambigu.
Oke lanjut ....
Udah tau la yaa... apa
alasan Rangga putusin Cinta. Menurutku sih, justru ini panah kedua dari
iblisnya si Rangga. Seakan-akan alasan Rangga itu salahnya Cinta. Iya, enggak
sih? Kalau pun enggak, akhirnya Cinta merasa bersalah dan mau aja diajak Rangga
lagi, kan? Iya, ajalah.... toh, setelah ingkar janji sama temen-temennya di
jadwal makan siang. Cinta malah enak-enakkan makan malam sama Rangga. Alibinya
dia akan balik di jadwal makan malam, kan?
Oke, sekarang Rangga
mulai berani.
Rangga: Kamu udah pernah ke sini, enggak?
(Sengaja di bolt karena lupa nama
tempatnya)
Cinta : Rangga, ini tuh udah
larut malam...
Rangga: Iya, dan teman-teman kamu udah pada tidur, kan?
Malaikatnya si Cinta
pasti sudah diikat sama setannya sendiri, tuch. Gue yang nonton aja, pengen
ngelempar telur busuk ke mukanya si Rangga pas kasih alasan itu. Sumpah, respon
ini pas nonton pertama kali, kedua kali justru mau lempar telur busuknya lebih
banyak. Spanding.
Next, okelah untuk
yang suka travelling bisa setuju sama
pernyataan Rangga pas mereka sampai di tempat yang dimaksud Rangga. Tapi
berduaan di tempat sunyi dan gelap, apa enggak memperkuat tenaga si setan,
tuch? Lihat aja, padahal temannya Cinta di penginapan resah setengah ngantuk.
Eh, seenak udelnya dia malah bilang:
“Aku baik-baik aja.
Kalian istirahat duluan aja. Tapi aku belum selesai, kemungkinan bisa sampai
subuh.”
Benarkah Cinta pulang
di waktu subuh?
Ah, kalian liat
ajalah. Nyatanya, pas Cinta balik ke penginapan barang-barangnya sudah siap di packing sama teman-temannya. Mereka udah
tinggal go aja, kalau Cinta enggak
harus mengadakan ritual mandi pagi. Ya iyalah, orang sebelum masuk ke
penginapan malaikatnya Cinta benar-benar sudah lemas tak berdaya.
Oke, semua yang kita
bahas tadi cuma pengantar. Karena klimaksnya adalah saat akhirnya tunangan
Cinta memergoki Rangga ada di galeri Cinta. Kalau ada yang bilang “Cinta itu
buta”, nah inilah buktinya. Bisa jadi Cinta punya etiket baik untuk
menceritakan pertemuannya dengan Rangga selama di Yogya. Tapi ya gitu,
lagi-lagi nasihat “Bersegeralah berbuat baik” itu emang pedoman hidup. Dan
gegara malaikatnya Cinta sudah sempat diikat sama iblisnya sendiri. Ya gitulah
jadinya...
Kalau aku sih lebih
suka, ini film diakhiri aja pas Cinta ngejar Rangga ke bandara. Si Cintanya
mati pas lagi ngebut. Ini lebih sehat. Kalau mau dilanjutkan, bisa ditayangkan
bagaimana akhirnya nasib Cinta di akhirat karena sudah mau diperbudak nafsunya.
Tapi ya gitulah, ya?
Itu kan maunya aku. Toh, pengarang ceritanya bukan aku. Ya suka-suka dia la ya,
kan? Syukurnya, kemungkinan AADC 3 enggak bakal ada. Coba aja pas si Cinta
nyampek di Cafe-nya Rangga, terus dia enggak terima dengan penjelasan Rangga,
kemungkinan part 3 nya akan ada tuh
pasti. Seenggaknya etiket baik pengarangnya mengakhiri dengan adegan yang biasa
ditemukan di drama romance Korea ini
patut disyukurilah, nyeleneh sih,
setidaknya panah setannya Rangga tidak lagi merusak saraf-saraf generasi
pecinta semu selanjutnya.
Nemu enggak pelajaran
psikologisnya?
Jadi sebenarnya aku
cuma mau ngeshare, apa yang terjadi
pada Cinta dan Rangga, begitulah gambaran psikologis para ‘pecinta’. Orang-orang
yang sehat akalnya, pasti bisa ngerasain emosi yang sama, setidaknya geram aja.
Kalau memang teman-temannya luar biasa. Kok, tega sih diingkari berkali-kali.
Padahal yang punya ide untuk liburan itu bukannya si Cinta? Kebanyakan orang
pasti setuju, “Sesakit-sakitnya patah hati, pasti tak sesakit ditikam oleh
teman sendiri.” (Bukan pengalaman pribadi, yaaa)
Udah banyak kan
buktinya? Jangankan teman, yang bohong sama orang tuanya aja banyak. Bahkan,
yang sanggup mempertaruhkan keyakinan dengan alasan ‘cinta’ juga bejibun. Kembali lagi sih, Allah aja
enggak pernah maksa hamba-Nya. Sekalipun Allah firmankan ‘Jangan’, tetap saja
Allah memberi hamba-Nya pilihan dengan segala konsekuensinya. Apalagi aku yang
cuma .......
No comments:
Post a Comment