Saturday, March 18, 2017

Trigleisme Mata Najwa on Stage di Medan

Trigleisme Mata Najwa on Stage di Medan

Entah kenapa, sudah gatal rasanya tangan pengen berbagi tentang acara yang aku diberi kesempatan waktu untuk menghadirinya hari ini. Yah, yang aku maksud adalah salah satu program unggulan dari stasiun TV swasta kontroversi, Mata Najwa. Meski belum pernah berjabat tangan langsung dengan si tuan rumah, Najwa Shihab, tapi ini adalah kali kedua aku bertemu langsung dengan beliau, setelah 4 tahun yang lalu Mata Najwa Goes to Campus di tuan rumahi oleh kampusku, Universitas Sumatera Utara.


            Pesan buat yang mampir ke sini, kalau di paragraf awal sudah tidak menarik, aku sarankan untuk segera memutuskan berhenti membaca tulisan ini. Yah, walaupun aku berharap dibaca sampai habis sih, karena aku sudah sangat berusaha untuk ikhas berbagi.^^
            Aku berada di antara 13.500 orang yang hadir, jadi wajar kalau dua teman seperjuanganku di Fisika USU tertawa geli saat menyadari di antara sekian banyak orang itu  tak ada yang dikenal. Well, untuk manusia ambivert sepertiku sih enggak masalah, aku memang selalu menikmati berada di keramaian tanpa melakukan aktifitas sosial dengan orang sekitar. Malah, aku selalu berdoa, di my journey my adventure seperti ini, aku tidak bertemu dengan orang yang ku kenal, yang mengharuskan untuk ku ajak bicara atau sekedar say hello. Walaupun, seringkali hal ini tak terelakkan, mungkin karena aku udah terlanjur pernah terkenal kali yaa. (plastik, plastik, mana plastik?)
            Sebelum acara dimulai, kulihat ada bendera yang berkibar di depan gerbang utama gedung. Bendera yang cukup familiar. Ow-ow, berhubung acara dimulai selepas zuhur, nyambi mencari tempat bersujud, kudekati kerumunan itu. Ah, siapa sangka ketemu jodoh di depan gerbang, #Eh ketemu teman sekolah maksudnya, tepat ketika aku berada di antara kerumunan polisi yang menjaga tertib aksi penyampaian aspirasi yang mereka buat, si teman yang kumaksud sedang menggenggam toak (ini apa sih, bahasa bekennya?_ serius nanya?), berorasi.
            Next, because he is someone like you. Ow ow... I mean, I am a Proud him, teman sekolah yang dulu kuanggap biasa-biasa aja, tiba-tiba dapat kabar jadi Presiden Mahasiswa di salah satu kampus yang sangat diperhitungkan juga di Medan. So, agak bela-belainlah panas-panasan dikit demi bisa say hello. Jujur ini lucu, karena aku baru tau kalau salah satu pembicara yang akan diundang itu, Saut Situmorang, adalah orang yang perkataannya sempat viral di seantero negeri, yang menyatakan salah satu organisasi ekstra kampus yang sangat diperhitungkan di negeri ini, sebagai organisasi pencetak koruptor terbesar di Indonesia.
            Ah, tulisan ini akan dilanjutkan dengan kejadian-kejadian lucu lain yang membuat aku menertawakan diriku sendiri, sebab dua tahun terakhir sempat tidak mau tahu dengan permasalahan politik.
           
            Kejadian pertama.
            Aku memang selalu heran dengan orang yang suka teriak-teriak enggak jelas. Termasuk orang yang teriak-teriak pas lagi ngeliat orang yang diidolakan misalnya. Untuk apa, gitu? Tapi tadi makin heran lagi, pas baru mau masuk gerbang aja udah teriak-teriak. Padahal untuk masuk ke dalam itu kan pakek kaki sama mata sebagai gerbang awal penyampai perintah ke otak. Ah, kadang-kadang banyak hal yang enggak realistis yang tidak sesuai dengan fikiran orang yang terdidik eksak, sepertiku. Konyolnya, aku yang tertarik datang dengan orientasi doorprize sepeda motor dan smartphone pun masuk ke dalam, bisa duduk di bangku yang menurutku paling strategis, dekat AC, tanpa menunjukkan tiket ke petugas. You know that-lah, artinya aku sudah kehilangan kesempatan, bahkan untuk nominasi menang, karena bagian tiketku yang dikoyak untuk diundi masih kupegang sampai acara selesai.
            Kejadian kedua.
            Kalau pembaca merasa ini lucu, silahkan tertawa. Karena ketika kejadian aku menertawakan kebodohanku. Pasalnya, sejak gubernur SUMUT sebelumnya dinobatkan sebagai tersangka, inilah kasus politik terakhir kali yang aku soroti dengan serius. Aku sempat tahu, kalau sejak Mei tahun lalu akhirnya Bapak Tengku Erry dinobatkan sebagai gubernur, menggantikan tugas beliau. Dan yang aku belum tahu, setelah itu SUMUT juga harus punya wakil gubernur. Nah, gara-gara acara ini aku jadi tahu kalau SUMUT udah punya wagub. Ah....
            Kejadian Ketiga.
            Aku harus menyadari kalau kak Najwa mengalami perubahan sejak pertemuan pertama kami empat tahun silam. Beliau makin mentel, kalau bahasa kampungnya. Ah, tapi bukan itu yang mau disoroti. Karena empat tahun ke depan bisa jadi aku mengalaminya. (Ahahah...)
            Untuk tema “Kita Anti Korupsi”, mengundang orang KPK, DPR, Kepala Daerah, Menteri dan Aktifis Anti Korupsi, secara pribadi aku menilai acara ini dibuat justru untuk mengagung-agungkan KPK. Sebagian besar rakyat Indonesia boleh bersuara kalau KPK adalah harga mati, pahlawan untuk menumpas kasus korupsi di negeri tercinta ini, tapi aku justru ada dipihak orang-orang atau bahkan hanya aku seorang yang berpendapat, kalau KPK adalah instansi negara yang harus dihapuskan dari negeri ini. Alasannya sederhana, silahkan temukan di film asal Jerman yang judulnya sempat viral, “Who am I”. Ada pesan yang disampaikan film yang menceritakan tentang kejahatan hacker ini, bahwa “tidak ada sistem keamanan yang benar-benar aman.| Demikian pula, bagaimanapun aku yakin KPK tidak akan pernah menjadi pahlawan untuk mengatasi korupsi di negeri ini.
            Apalagi, ada perkataan bapak Saut Situmorang yang kugarisbawahi, saat ditanya tentang kasus e-KTP yang lagi hangat, apabila sampai terjadi ada nama yang terbukti tidak terlibat dalam kasus ini. Beliau menjawab: “kita akan mencari-cari cara untuk membuktikannya.” Yah, aku yakin tidak salah dengar, kalau pak Saut mengatakan mencari-cari, yang dalam pengertiannya, pernyataan mencari-cari bisa diartikan “membuat cara”, atau dengan kata lain ada kesan “membuat berbagai cara agar menjadi terbukti salah.”
            Kejadian keempat.
            Pak Tengku Erry, sejauh yang ku tahu, beliau adalah sosok yang tidak terlalu banyak bicara. Di acara ini pun, beliau dari awal sampai akhir acara tetap konsisten dengan pernyataannya, penanganan korupsi hanya dengan menguatkan komitmen dan perbaikan dalam sistemnya. Selebihnya beliau diam. Yang sempat membuat aku heran adalah, setiap beliau ditanya seluruh ruangan seakan bergema, tapi ketika beliau menjawab pertanyaan semuanya dengan hikmat mendengarkan.
            Aku seperti berada di tempat yang salah sepertinya. Aku sama sekali tidak tahu skandal apa yang membuat sebagian besar mahasiswa yang berhadir begitu sinisnya terhadap beliau. Skandal penggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, suap yang diterima oleh istri beliau, yang di sela-sela acara disebut-sebut, aku sama sekali baru dengar.

            Yang menarik adalah, Paten, sapaan akrab beliau, mengusulkan sistem elektronik untuk transparansi semua sistem yang ada. Jelas jika kita belajar dari film “Who am I” ini tidak sehat untuk kita terapkan. Sebab seperti nasihat orang tua zaman dulu, “Dalam rumah tangga, ada rahasia yang tidak boleh orang lain tahu, bahkan meskipun ia adalah orang tua kandung kita sendiri.” (Cieeee... yang udah sering dapat wejangan). Demikian pula kita, jelas ada sesuatu yang harusnya tidak boleh diketahui orang lain. Bayangkan, jika semua sistem di Indonesia kelak elektronik dan terkoneksi ke seluruh khalayak, maka secara tidak langsung kita sedang menawarkan negeri tanah surga ini ke dunia luar. Semoga ini memang tidak akan pernah terjadi, kejadian e-KTP yang dengan mudahnya bisa dimiliki oleh orang asing harusnya menjadi pelajaran buat kita sebelum mencanangkan hal ini.
            Satu hal yang menarik lagi, mengingat banyaknya kasus kriminalitas dan tindak korupsi di SUMUT, maka kita pun harus menerima dengan lapang dada jika KPK menetapkan Sumut sebagai daerah yang perlu diperhatikan secara khusus. Dalam dua atau tiga kali statement kalau tidak salah, Pak Saut Situmorang menyampaikan pernyataan yang terkesan membela Paten. Yang kusoroti lagi-lagi audiens, mereka bersorak sinis terhadap Paten, mendewakan KPK, tapi kenapa ketika orang KPK membela Paten, mereka masih memberi kesan Paten ini sosok pemimpin dengan berwajah munafik juga. Kenapa tidak berfikir, ada apa dengan orang KPK yang membela pemimpin daerah yang masyarakatnya justru menganggap beliau orang yang patut dicurigai KPK?
            Kejadian kelima.
            Entah bagaimana proses pemilihannya, sampai-sampai ada 4 orang mahasiswa yang mewakili almamaternya masing-masing berperan sebagai tokoh pahlawan untuk memberantas kasus korupsi, berargumen dengan penyampaian yang ritme semangatnya (Ah... memalukan untuk orang-orang yang sering melihat mahasiswa ikut aksi dan berorasi, walaupun kusyukuri juga mereka bukan berasal dari kampus tempatku menimba ilmu). Terlebih kemudian, mereka mendapat sematan pin dari Saut Situmorang.
            Aku jadi setuju dengan closing statement dari Pak Menhum-HAM, “Nak, jika kelak kalian menjadi negarawan, kalian harus ingat dengan Mata Najwa.”
            Kejadian keenam.
            Mendengar penyataan-pernnyaan dari Bapak Zainal, selaku aktifis anti korupsi, semangat berpolitikku jadi hidup kembali. Rasanya jiwa penentangku, bangun seperti bangunnya seekor singa yang diganggu dari tidurnya. Aku masih terngiang pernyataan dari guru IPS-ku di bangku SMP dulu, ketika menjawab pertanyaannya sendiri tentang kapan Indonesia akan benar-benar sejahtera? Menurut beliau, “ketika orang Batak menjadi orang nomor satu di negeri ini.” Beliau bukan orang batak, tapi minang dengan marga Jambak. Saut Situmorang boleh menganggap aksi OTT yang banyak ia lakukan sejak keterlibatannya di KPK sebagai prestasi, walaupun ia mengakui itu hanya menambah satu point di mata dunia, tapi ingat dia belum menjadi orang nomor satu di negeri ini. Bahkan aku masih boleh bermimpi KPK dihapuskan, kan?
            Aku memang belum punya solusi untuk penanggulangan korupsi, tapi aku mengamini dua solusi yang disampaikan Paten, 1. Komitmen, dan 2. Sistem. Jelas, ketika beliau ditanya tentang apa yang beliau ketahui dan diambil pelajaran dari kasus yang menimpa gubernur sebelumnya, beliau membela, bahwa beliau orang baik yang harusnya tidak salah. Tapi karena sistem yang salah, beliau akhirnya menjadi tersalah. Dan tak salah kan, kalau aku beranggapan ini pula maksud dari pernyataan Pak Saut yang kugarisbawahi di atas, mencari-mencari. Seperti pernyataan pak Zainal pula, sistem yang detail itu kadang menjadi masalah, saat tidak detai juga lebih bermasalah.
            Kejadian ketujuh.
            Kalau ada ungkapan lakukanlah tujuh kali agar menjadi obat, maka kejadian ketujuh ini pula menjadi obat untukku. Di atas kukatakan kalau aku serasa berada di tempat asing. Yah, asing karena sebagaimana viral yang sempat booming sebelumnya, aku pun termasuk orang yang mendukung boikot Metro TV terkait pemberitaan miring beliau yang seringkali atau bahkan selalu menyudutkan Islam, my religion. Orang-orang yang dihadirkan Mata Najwa untuk kasus ini, walaupun sudah mewakili semua lini yang saling berkaitan; KPK, DPR, Menteri, Kepala Daerah dan Aktifis Anti Korupsi. Jelas mereka adalah orang-orang yang berbeda pandangan denganku.
            Selain itu, terlepas dari ketidakmungkinanku memenangkan hadiah, namun akhirnya ada banyak hal yang mengganjal dan ingin kutanyakan langsung kepada narasumber. Tapi acara yang berlangsung lebih dari lima jam ini justru tidak memberi kesempatan sama sekali bagi sebagian kecil saja dari 13.500 audiens yang berhadir untuk bertanya. Ini apa namanya, jika bukan pembodohan generasi muda, dikumpulkan untuk mendengarkan orang-orang yang menurut mereka layak, disuruh bersorak saat merasa ada moment yang memerlukan dukungan. Terakhir bagi yang beruntung berhak atas doorprize.
            Arman Maulana bersama band yang digawanginyalah si penawarnya. Ah, siapa sangka, musisi kebanggaan Indonesia yang akan segera berkepala dua ini, ditakdirkan lagi  untuk kedua kalinya kusaksikan secara langsung. Aku bukan fans fanatiknya, tapi aku cukup menyukainya. Mereka nakal, seperti judul lagunya, nakal dalam dunia kreatifitas. Sebagian besar personelnya tidak manusiawi, seperti kata Arman saat mereka ditanya hukuman yang pantas untuk koroptor. Ingin rasanya aku ikut menyanyi dan melompat-lompat seperti barisan mahasiswa alay di depanku, tapi apa daya, mereka sudah mengobati rasa kecewaku, kurasa ikut menynayikan lirik lagunya sambil duduk manis sudah cukup.

            Finally, seperti doaku, meski ada pergolakan batin saat memutuskan untuk ikut, aku berharap langkah kakiku diberkahi-Nya. Semoga, tulisan ini adalah sebagian kecil dari bentuk keberkahan itu. Seperti kata Pak Zainal tadi, kita salah kalau kita tidak mencurgai pemeritah dan DPR. Seperti kata para pecinta pula, kita salah kalau kita mencintai sesuatu tapi tak mencemburuinya. (Ada hubungannya???)

2 comments:

  1. Ada...Allah juga maha pencemburu kan ya :)

    Let me guess, si presiden itu Taufik ya kan:D


    Kak jg dilema antara ikut dan gak ikut dgn katalis utama doorprisenya (haha) yang berakhir dgn gak ikut.

    Btw...apa kak yg kurang baca ya...ngerasa tulisan kali ini dibawakannya dengan lebih santai terlepas bahasannya yg gak bisa dibilang santai. :D

    Trus nambah lagi deh daftar idola awak setelah yg terakhir si Ikhsan.\(^o^)/

    Btw trigleisme itu apa? (Males googling)

    ReplyDelete
  2. Bukan kak, Kawan SMP Ana. Dia Presma di UINSU. trigleisme itu enggak tau juga di goole udah ada artinya apa belum. Ana buat-buat aja. Awalnya kan Dualisme antara idealisme dan doorprize, gara-gara ada Gigi jadi Ana buat aja Trigle (Tiga)+isme :)

    ReplyDelete