Beginilah perempuan menanggapi
poligami. Itulah yang saya fikirkan ketika menyaksikan film gubahan MD
Entertaiment yang diangkat dari novel berjudul sama karya Asma Nadia, Surga
yang tak dirindukan. Dari judulnya sebenarnya sudah sangat mengundang tanda tanya,
bagaimana mungkin ada surga yang tak dirindukan ?
“Surga yang tak dirindukan” juga
telah mengangkat sebuah dongeng Madaniah Citra Arini (Laudya Cintya Bella)
menjadi hidup dalam cita-citanya membangun rumah tangga mawaddah bersama Prasetya
(Fedi Nuril). Dongeng madaniyah versi Nadia, buah cinta mereka pun, kemudian
menjadi bumerang untuk mengangkat tema
utama cerita, poligami. Tentang kepergian raja negeri Madaniyah untuk mengusir
peri jahat, yang kemudian kembali ke negerinya membawa si peri jahat ditengah-tengah
ketentaraman istananya.
Sebuah cerita yang diangkat dari
dongeng, yang saya komentari dengan satu kalimat, dongeng dari surga di
istanaku. Meirose (Ruline Shah) adalah bagian dari impian Pras untuk tak
mengulang kisah tragis masa kecilnya pada bayi yang dilahirkannya. Meirose adalah
peri jahat yang kemudian menjadi peri baik yang dibawa raja madaniyah ke istana,
versi dongeng Nadia. Dan di mata Arini, Meirose seperti kalimat yang
dilontarkannya, “Kamu sudah berhasil menghancurkan dongeng saya hanya untuk
menghidupkan dongeng kamu.”
Tidak bisa menerima adalah sesuatu
yang pasti akan terjadi pada seorang perempuan yang mendapati laki-laki yang
telah berikrar saat menjabat tangan walinya dalam akad, akhirnya menghadirkan
perempuan lain di antara mereka. Sebab saat ikhlas itu datang, maka jauh
dibalik itu semua, pengorbanan adalah hal terbesar yang tak boleh dilupakan
saat harus berbagi suami dengan perempuan lain. Meski pintu surga dibukaan
untuk perempuan yang ikhlas menerima perempuan lain dikehidupan rumah
tangganya, namun surga itu tidak pernah dirindukan oleh perempuan manapun.
Sekali lagi, Dongeng dari surga di
istanaku, adalah kalimat saya untuk mengomentari film ini. Klimaks perjalanan
membangun sakinah dalam sebuah bahtera rumah tangga. Lewat cerita ini kacamata
saya melihat bahwa untuk kedua kalinya Asma Nadia mengingatkan kita untuk tidak
berhenti bermimpi. Jika di “Assalamualaikum Beijing” mimpi Chung Huan untuk
menghidupkan legenda patung Ashima dalam kisah cintanya, maka “Surga yang tak
dirindukan” telah menghidupkan dongeng Arini, Nadia dan mimpi Pras dalam
romantika cinta mereka.
Terlepas dari kritikan orang-orang
terhadap film ini sejak mulai digarap. Mulai dari poster Fedi Nuril yang
berpelukan dengan Bella sampai masih didapatinya adegan sentuh fisik bahkan sampai
berpelukan dalam filmnya. Saya fikir ini adalah karya anak negeri yang harus
kita banggakan. Terkhusus kita harus mendukung ramainya industry perfilman kita
dengan cerita yang mendidik bukan hanya sekedar hiburan atau malah merusak
moral bangsa. Kritikan di sana sini adalah PR kita untuk terus memperbaikinya
sampai kita dapat menilai sempurna dengan standarisasi kita masing-masing. Seperti sebuah tweet dari
Hanung Bramantio, “besok aja nonton film itu, nonton film Indonesia juga banyak
yang bagus kok.”
Kalau surga bisa berdongeng di
istana Arini dan Pras, kenapa kita tidak menghidupkan dongeng kita
masing-masing untuk mensejahterakan negeri yang kita banggakan ini ?
yukk mampir ke website kita, ada banyak informasi tentang Smartphone hehe :)
ReplyDeleteDEMAK KENDAL SEMARANG UNGARAN