Friday, June 19, 2015

30 Puisi Ana Nasir



Senyum Semesta

Mentari memanjat naik
Sinarnya menghangatkan setiap ari
Hadirnya menyembunyikan sang rembulan
Yang malam tadi menerangi

Setiap bibir pun bertasbih
Menyambut cerahnya hari ini
Alunan dawai zikir-zikirnya
Menyungging manis si lesung pipi

Duhai …
Inikah senyum semesta ?
Bercahaya penuh barakah
Lalu kenapa masih ada yang merana ?

Medan. 23 Januari 2015




Ayat-ayat Pengisyarat Rindu
Oleh: Ana Nasir

Tibalah masanya …
Ketika panjang jalan yang ditelusuri
Kota-kota tua yang disinggahi
Bersaksi tentang masa yang pernah dilalui

Entahlah …
Siapa yang akan tau
Kalau ini akan menjadi kebersamaan terkahir kali
Meski bibir berucap, tapi hati berperih jujur

Kebahagiaan itu baru saja melukis
Syair-syair itu baru saja bersenandung
Lalu harus bertanya pada siapa,
Kenapa ayat-ayat itu bertartil ?

Duhai,
Asa nestapa ini bermunajat penuh harap
Sudilah waktu membersua kelak
Maka setiap ayat-ayat yang membasahi bibir
Adalah isyarat rindu, gadaian kabul atas munajat penuh iba

Medan, 22 Januari 2015, pukul 01.52 WIB



 Rasyid-ku

Rasyid..
Nama yang ku beri untukmu
Sembari terselip doa
Begitulah asa bertangguh di pundakmu

Tanganmu kekar..
Dari sekian banyak bahu yang kau rangkul
Seperti itulah kau merangkulku menemui-Nya

Kakimu perkasa..
Ribuan mil yang telah dilaluinya
Begitulah kau membimbing langkah lemah ini

Budimu santun,
Bahasamu benar penuh tegas..
Bekal nasihat diri nan dhaif ini

Kelak kau adalah citraanku
Sempurna memuaskan setiap mata yang memandang
Di atas singgasana kebijaksanaan berpermaisuri kecerdasan

Maka kau yang kuberi nama Rasyid
Adalah sufi berderai air mata bersama Sang Maha Cintanya
Bernaung dibawah payung penuh cahaya

Cahaya yang memancar..
Bersinar bersama ayat-ayat kebenaran
Sebab, Rasyidku tak boleh salah

Medan, 15 Januari 2015








Di bawah Naungan Munajat

Senja …
Kali ini kau terlihat luar biasa
Kemesraanmu dengan sang hujan
Sebagai penyempurna kesetiaanmu

Kali ini ingin aku menikmatimu
Menikmatimu dengan cara berbeda
Mungkin dengan menghitung tetesan rahmat-Nya
Beriring istighfar yang seirama dengan desahan nafasku

Masamu menyisa kebahagiaan bagi berpasang-pasang makhluk
Seolah terlupa gemuruh petir yang menyambar,
Percikan kilat yang membelah birunya langit,
Semua kembali terpaut dengan makrifatnya

Romantismemu bersama hujan kali ini
Menghasil serpihan senyum
Melupa goresan luka
Khusuk di bawah naungan munajat pada-Nya

Medan, 10 Januari 2015. Pukul 19. 50 Waktu Orang Beriman












Karena Sempurna itu Keniscayaan

Ribuan hari telah kulewati
Masih tak tergambar asinnya garam
Masih tak tersketsa manisnya gula

Semakin panjang jalan dilalui
Semakin kecil terasa diri ini
Semakin terhina diri nan papah ini

Gema takbir itu
Isyarat untuk segera menemui-Mu
Berkasih penuh rahmat dalam munajat bersama-Mu

Lalu peluh membuatku berpaling
Fatamorgana ini bagai bayang-bayang semu
Berselingkuh menoreh cemburu diharibaan-Mu

Mengaguminya seperti melupakan penciptanya
Berharap bagai abai pada Sang Maha Cinta
Menghalalkan sesuatu yang tak layak untuk dicicipi

Perjalanan ini berlalu bak berduri
Penuh bunga tapi hati tersembilu
Tersudut dalam nestapa diri,
Sempurna itu keniscayaan bagiku


Medan, 1 Januari 2015 pukul 17.30 WIB









Holat

Terhidang apik di atas sebuah nampan
Ikan mas penuh deduri yang telah diasap
Di tabur kuah bercampur holat
Ditemani pakkat yang telah dibakar pula
Lengkap dengan lasiak lamot na di asoman

Liur mana yang tak mengalir
Untuk segera melahap dan menggilingnya di perut
Menikmati sembari memilah duri-duri si ikan mas
Mengekspresikan kenikmatan rasa di setiap lidah
Manisnya si ikan mas
Pahitnya si rotan muda
Pedas asamnya si lasiak lamot

Holat
Alasan untuk kembali ke tanah kelahiranku


Asrama Putri USU, 1 Januari 2015
pukul 14.09



sebuah puisi yang deskripsinya tentang makanan khas Padang Bolak, "Holat". Yakni hidangan ikan mas yang sudah di bakar dan disiram oleh kuah berbumbu bawang dan holat, yaitu kikisan batang sebuah pohon balakka. kalau tidak salah cuma tumbuh di tanah Mandailing. biasa di hidangkan dengan pakkat, batang rotan muda yang juga di bakar, terkadang ada yang merebusnya juga, dilengkapi dengan cabe rawit mentah digiling dan dibasahi jeruk nipis di atasnya.       

kreasi lain dari holat, ikan merah, ikan air tawar yang kayaknya khas tanah mandailing juga, di masak dengan santan kental semacam gulai kemudian dibumbunya ditambahkan holat. terkadang ada juga yang mengganti ikan merahnya dengan ikan mas, karena susah dan mahalnya harga ikan merah tadi.




Satu Hari, di Senja itu

Satu hari, di senja itu
Seorang ibu berjalan menggendong anaknya
Bungkus makanan kosong terletak gagah di tangan menengadahnya
Menyusuri setiap kendaraan yang melintas disekitarnya

Satu hari, di senja itu
Seorang pria paruh baya
Duduk terseok dengan kaki yang tak sempurna
Menundukkan kepala bersimpuh didepan mangkok kecilnya

Satu hari di senja itu
Tiga anak kecil berjalan menyusuri warung-warung
Melantunkan lirik memekakkan telinga
Lalu tangan kanannya member isyarat kepada setiap pendengarnya

Satu hari di senja itu
Pemuda berkendara duduk angkuh di jok mobilnya
Berhenti sejenak saat isyarat lampu merah di jalan
Seraya menikmati setiap alunan musik di recordernya

Satu hari di senja itu
Pemuda berkendara menyusuri jalan penuh riak hujan
Kudanya melaju sombong di atas genangan air
Tanpa berfikir apa yang terjadi di sekitarnya

Satu hari di senja itu
Pemuda duduk manis menikmati hidangannya
Kedua telinganya tersumpal
Kepalanya sesekali menggeleng mengikuti irama

Satu hari di senja itu
Sebuah balada kehidupan
Bagai sebuah tuntutan
Akan hadirnya sebuah penengah
Pemisah kasta antara si miskin dan si kaya


Medan, 30 Desember 2014
pukul 07. 42 WIB



Nirmala, si Putri Raja

Namanya Nirmala
Keanggunannya tak terlukis kata
Cantik parasnya tak terungkap kagum

Kecerdasan melengkapi kesempurnaan lahirnya
Kebijaksanaan gaun tebaran pesonanya
Kelembutan mahkota kemasyurannya

Jangankan kumbang,
Melati pun terbius oleh semerbak harumnya
Namun malang, Kupu-kupu jantan pun tak berani mendekatinya

Bukan sebab karunia padanya
Bukan sebab keangkuhan akan tahtanya
Tapi pengantinnya telah tertera nama

Nirmala si Putri Raja
Hanya akan bersanding dengan dia
Dia yang masih bertemu nasab dengan ayahnya


Asrama Putri, 29 Desember 2014 pukul 22.45 WIB 
Isi puisi deskripsi sebuah adat di Tanah Mandailing, dimana seorang Ayah mengharuskan anak perempuannya menikah dengan anak laki-laki dari saudara perempuan Ayahnya










Karena Kau Bukan Pilihan

Sayup, Ya Rabb
Penuh nestapa
Bayang-bayang itu
Seakan tari selendang di fikiranku

Gelap,
Padahal sinar-Mu menerangi gulita
Padahal Kau Ada di setiap desahan nafas
Padahal Kau Melihat setiap detik berlalu

Ruang ini seakan tak bersekat
Menerobos bahkan dalam munajatku pada-Mu
Bersatu dengan jiwa lewat bunga tidurku
Bahkan menjalar lewat nadi, terus hingga mengetuk bilik jantungku

Seakan aku terbelenggu
Oleh janji-janji tak bertestimoni
Terkungkung dalam rayuan kenikmatan fana
Terpenjara di khayalan tak berujung

Oh, Habib
Insafilah diri ini
Tak ada sebab mengelak dari-Mu
Karena Kau Bukanlah Pilihan

28 Desember 2014









Asa
Lirih
Selau kucoba
Bahkan memulai dari awal pun kucoba
Untuk tetap mengabadikan namamu
Di sini

Di sini,
Yah di sini..
Direlung sanubari ini
Ku sematkan namamu
Sebagai bidadari terbaik
Sebagai malaikat terhebat

Kerapkali aku gagal
Berulang kali aku lalai
Dan berkali-kali aku lupa
Bukan hanya sekali ku buatmu kecewa

Cita itu di depan mata
Aku begitu bernafsu meraihnya
Tapi aku gagal, meski hanya untuk menggenggam saja
Dia seperti sesuatu yang bukan hak milikku

Lalu aku malu
Aku malu untuk bersimpuh
Aku malu untuk mengaku lemah
Aku malu meski hanya kembali memelukmu

Padahal hasrat ini tau
Dekapanmu adalah asa
Hangatnya bagai kekuatan tiada tara
Dan setiap tetes air mata..
Kau seakan melihatnya sebagai piagam penghargaan kebanggaanmu

Kau yang kusebut bidadari
Rangkul aku dalam ringkih
Biarkan tubuh ini menyandar lemah di dadamu
Wahai kau pahlawan terhebatku

Betapa..
Haya' ini..
Menyembunyikan milyaran puisi kerinduan
Untuk berada di antara kalian saat ini

Asrama Putri, 24 Desember 2014
Pukul 23.15 WIB



Korek Api

Apa yang kalian fikirkan tentang korek api ?
pernahkah kalian berfikir setitik cahaya yang dipancarkannya adalah awal,
awal dari cahaya terang
yang tak hanya menerangi satu ruangan kecil saja
bahkan dapat menerangi seluruh kegelapan di dunia ini

aku suka korek api
aku suka ketika berkas baranya telah membakar lilin-lilin
dia seakan menarik senyum ketulusan dari raut wajahku,
ketika lilin-lilin itu mulai menerangi gelap yang sebelumnya ada
bahkan, senyum kepuasan ketika orang di sekitarku juga tersenyum

Korek api ibarat angka 1
seperti yang kalian fikir,
sebesar apapun angka yang kalian lihat,
atau bahkan sekecil apapun
semuanya dimulai dari angka 1,
yang kadang dilupakan

hanya saja aku harus siap terluka
karena sudah menjadi fitrahnya
cepat atau lambat akan aku saksikan
lilin yang sebelumnya  menerangi
akan padam sendiri,
membakar dirinya,
hingga gelap kembali lagi..

dan aku harus kembali ke korek api
untuk membakar lilin-lilin yang baru
walau kegelapan itu akan terulang kembali

Asrama Putri USU, 17 Desember 2014Pukul 08.17 WIB




Lupa 

Tik,
dentang detik jam berputar
Seirama dengan detak jantung ini
Senada dengan desahan nafas ini
Dan  tak melewatkan bait syair tentangmu
  
Bisa jadi ini ilusi
Tapi aku benar-benar ingin lepas
lepas dari belenggu nestapa ini
lepas dari penjara tak berdinding ini

aku ingin lupa
ingin melupakan
ingin melewatkan
detik-detik berikutnya tanpa ini lagi

aku ingin lupa
melupakan semuanya
semuanya tentangmu


medan, 14 Desember 2014












Purnama

Terang malam ini
Lewat secercah sinaranmu

Sampai ke ulu hati sepasang bangau
Sampai ke riak terumbu
Hingga menembus serpihan lempeng-lempeng batu
Hingga semesta benderang oleh cahayamu

Senyummu merekah
Menyaksikan anak tertawa mengudara
Sebab benang kendali layangan
Menjulang, hingga lupa siang tlah berlalu

Matamu berisyarat bahagia
Melihat si lelap bermimpi
Bahkan goresan garis wajahmu
Berharap si galau tersenyum dihadapanmu

Pesonamu bagai tak meredup
Menunggu sampai insan merindu
Menitip salamnya lewat kemahatinggianmu

Auramu bagai penghibur
Untuk setiap lara
Meski ia harus menanggung rindu hingga purnama berikutnya

@Asrama Putri USU, 07 Desember 2014
Pukul 01.22 WIB









Lewat Rintik Hujan

Malam ini mungkin masih sama dengan malam lalu
Masih termangu
Menunggu

Bukan sesuatu yang pasti
Tapi ini seperti suatu niscaya
Bermain gembira di anganku

Malam ini bukan pertama kalinya
Rintik hujan menetes enggan
Berirama membuai mimpi setiap insan yang lelap

Juga bukan pertama kalinya
Menyudut
Menengadah penuh harap

Lewat rintik hujan ini
Ku kirimkan sepucuk salam kerinduan
Tentang sebab getaran begitu hebat

Hingga mimpi, angan, bahkan desahan nafas
Yang teruntai hanyalah namamu

@Asrama Putri USU, 06 Desember 2014
pukul 00.13











Kita Tidak Butuh Pemimpin, Katanya
Oleh: Ana Nasir

Inilah potret bangsaku…
Penuh dengan cita rasa keberagaman
Meski ikrar Sumpah Pemuda kita Satu
Kenyataannya, kita pun penuh dengan cita rasa itu

Kita belum punya komandan
Yang menggaungkan bahwa kita satu
Terpecah-belah oleh pihak-pihak rakus kepentingan
Mengamini perbedaan sebagai keniscayaan
Seakan-akan kita lupa, keniscayaan itu adalah Kesatuan

Ironisnya,
Sedikit diantara kita yang mau dipimpin
Seakan-akan kita lupa, Hidup kita bergantung di tangan Pemimpin
Tidak ada pilihan mau atau tidak mau
Apa yang ada ditangan Pemimpin
Itulah yang akan mendarahdaging di tubuh  kita

Hidup kita tergantung di tangan Pemimpin, bukan ?
Siapa yang akan mempermudah urusan kita, kalau bukan karena kebijakan Pemimpin
Dan siapa yang membuat kita sulit, kalau bukan kebijakan Pemimpin
Kita tidak ada alasan untuk berkata,
Kita tidak butuh Pemimpin

Umpatan pemimpin tidak adil ?
Tanya diri, sudahkah bersikap adil ?
Hujatan pemimpin tidak bijak ?
Tanya diri, sudahkah menjadi orang yang bijak ?
Hinaan pemimpin tidak peduli ?
Tanya diri, sudahkah berlaku peduli ?

Medan, 23 November 2014












Tentang Kekasihku

Tentang Hati Kekasihku..
Tentang rasa,
Tentang namamu yang terlukis indah di sana..

Bumerang
Tak ingin rasanya melukaimu
Tetapi rasa itu
Semakin menyayat

Ada setitik bahagia
Ketika sekilas saja bisa menyapa
Sekejap saja bisa menegur
atau sedetik saja membuatmu tersenyum

Mungkin ini tentang kejujuran
atau tentang kebohongan
atau tentang keegoan

Sebuah harapan
Sebuah impian
Sebuah pengakuan

Aku mencintaimu
Dan ini tentang hati kekasihku

Medan, 04 November 2014









Ketika Cinta Melukis

Ketika cinta melukis
Rintik hujan menjadi mutiara
Gurun pasir menjadi taman
Padi ditanam sekejap menguning

Ketika cinta melukis
Sepi menjadi senang
Marah menjadi senyuman
Gersang sejenak berbunga

Ketika cinta melukis
Dunia ibarat surge
Nestapa menjadi bahagia
Gelap seketika bercahaya

Ketika cinta melukis
Semua menjadi indah
Semua menjadi damai
Semua menjadi menakjubkan

P. Sidimpuan, 17 Desember 2009

















Pilihanku

Kupilih berpaling
Setelah tahu kebesaran cintamu
Setelah tahu kesakitanmu
Berharap memperkecil lukamu

Kupilih menyesal
Setelah tahu kesempurnaanmu
Setelah tahu akan deritamu
Derita tentang mencintai

Kupilih menjauh
Setelah tahu aku mencintaimu
Setelah tahu aku akan tersakiti
Berharap untuk kebahagiaanmu

Kupilih merindu
Berkhayal akan keindahanmu
Dirangkul dalam dekapanmu
Meski menyakitiku

Dan aku meninggalkanmu
Bersama kesakitan
Menanggung hasrat mencinta
Berharap pengertianmu
Bahwa aku mencintaimu

P. Sidimpuan, 20 Mei 2009













Cinta Itu

Pernah teraih medali emas
Medali itu disayangi segala makhluk
Hingga tercipta sesuatu
Sesuatu yang lebih dari medali itu
Dan makhluk berpaling padanya

Tersadar !
Cinta makhluk hanya sebatas itu
Seketika ada cacat padamu
Kau bukanlah siapa-siapa

Demikiankah cinta itu ?

Tidak !

Ada satu cinta tanpa batas
Jika kau meraihnya
Semesta akan cemburu padamu

Seperti apa habibahnya
Ridhai kepunyaanmu sebagai titipan-Nya
Korbankan hidup mati
Demi syareat-Nya

Demikianlah cinta itu


Ruang kelas XII pi SMA S Nurul Ilmi P. Sidimpuan, 03 April 2009












Pangeran Kecilku

Diujung penentu hidupmu
Kau daki bukit impianmu
Kau nomor duakan masa depanmu
Demi pijar bakat prestasimu

Ku khawatirkan kenekatanmu
Ku takut kau tergelincir
Ku takut kau pun jatuh ke jurang
Meski kau begitu berani
Menghadapi segala rintangan yang datang

Kau pangeran kecilku
Harapan singgasana kerajaan
Kau kancil Indonesia
Harapan ibu pertiwi
Kau mujahid dinul Islam
Berjuang demi tegaknya kalam Qur’an

Tiada dayaku menghalangimu
Hanya doa menguatkan kepercayaanku
Kau akan kembali
Membawa piala dan pijar kemenangan

P. Sidimpuan, 19 Februari 2009
















Khadijah

Khadijah,
Kaulah bundanya para muslimah
Yang duduk di singgasana permaisuri Rasulullah
Bidadari yang pernah dimiliki dunia

Parasmu elok
Meski usia kalian terpaut jauh
Kau tetap pantas mendampingi manusia pilihan itu

Cintamu pada-Nya begitu besar
Kesabaranmu teruji hingga ujung usiamu
Kesetianmu terbukti memperjuangkan risalah
Perngorbananmu tak lekang demi dinul Islam

Khadijah
Kau pantas menjadi bundanya para bidadari surge
Dengan keimanan yang telah kau ajarkan

Khalik,
Izinkan aku mengagumi pribadinya
Berada dijajaran keimanannya
Menerapkan kepribadiannya di duniaku

P. Sidimpuan, 4 Februari 2009
















Tentang Dia

Setelah ku jebak
Aku memperalatnya
Setelah ku diuntungkan
Aku mencampakkannya

Setelah dia pergi
Aku membutuhkannya
Setelah ia tiada
Aku menyadarinya

Aku pernah membawanya
Terperangkap dalam duniaku
Aku pernah menjadikannya
Terjebak dalam cintaku

Aku pernah menjadikannya
Merasakan sebagai pangeran hatiku
Aku akan membiarkannya
Membenciku untuk selamanya

Meski,
Ku sadari aku masuk dalam ranjauku
Hati meminta duduk di singgasananya
Ku turut keangkuhanku

P. Sidimpuan, 31 Januari 2009














Kasih-Mu Khalik

Ku terpekur di bawah haribaan-Mu
Merenungi nasib yang Kau gariskan padaku

Sakit,
Begitu menyakitkan
Gejolak jiwa menuntut Keadilan-Mu

Coba,
Kau coba aku
Dengan hal yang hampir buatku lalai
Yang buatku merasa tak berarti

Tak Kau ridhai aku
Menikmati kesenangan surge fana-Mu
Hingga iri dan dengki membelengguku

Aku lambat mengetahuinya
Ini bentuk Kasih-Mu padaku
Caraku untuk mengingat-Mu

Ya Al-Huda Shirathalmustaqiim
Beri aku kekuatan menghadapi ini
Sungguh, sungguh
Tiada daya dan upayaku tanpa pertolonganmu

Sungguh, Ya Rahim
Kesabaran yang ku punya
Tak mampu melebur rasa iri ku

Kasih-Mu Khalik
Lukisan yang tak dapat dinilai
Jangan biarkan aku luput daripadanya

P.Sidimpuan
Senin, 8 September 2008





Kehilangan Bintang

Rembulan bersinar terang
Ditemani kerlipan ribuan bintang
Menyelimuti hati yang kelam ini

Di sana, di balik bongkahan awan
Tersembunyi satu bintang
Ingin aku melihatnya lebih jelas
Namun tetap samar

Semakin lama,
Bintang itu semakin tertutup
Rotasi bumi mengantar awan-awan lain
Menyembunyikan bintang itu

Ku kejar …
Semakin jauh
Aku makin tak bisa meraihnya
Benda-benda bercahaya itu menertawaiku

Mereka semakin redup
Awan gelap menutupi malam yang bercahaya
Aku kehilangan jejak bintang itu

Dan …
Setetes air mengenai permukaan kulitku
Bersamanya telah redup malam yang bercahaya

Semakin deras …
Tubuhku berdiri kaku
Diguyur cairan awan-awan itu

Aku menjerit …
“Dimana bintangku ???!!!”
Air itu semakin deras
Turut menangis bersama keputusasaanku

Penjara Suci Nurul Ilmi, 14 juni 2008



Pelabuhan Cinta

Matahari tergelincir ke ufuk barat
Saat aku mulai berlayar
Berlabuh mengarungi samudera
Berlabuh mengikuti arah angin

Malang,
Gelombang ombak menghantam perahuku
Bidukku tersandung karang
Terombang-ambing tak tentu arah

Pelabuhan cinta yang ku tuju
Semakin menjauh
Ku kayuh biduk melawan angin
Di naungan benderangnya rembulan
Namun semakin jauh

Oh, Sang Petunjuk
Tunjuki aku
Yang berlayar dihantam gelombang
Di naungan rembulan
Hanya untuk sampai ke pelabuhan cinta-Mu

P. Sidimpuan, 23 Mei 2008

















Cerita Bersama Gerimis

Titik-titik yang mendawaikan melodi
Menuntunku bersyair untuknya
Mengungkap cerita bersamanya
Tentang sebuah mimpi

Satu kisah sepasang sejoli

Pangeran yang menjadi payung
Di saat gerimis membasahi putrinya
Pangeran yang menjadi benteng
Saat harimau mengganggu keduanya

Di kala putrid itu menangis bersama gerimis
Dipancarkannya mentari, menghentikan air mata
Lalu, dia ajarkan kekuatan
Lewat dekapan kasih sayangnya

Siapa yang akan tahu
Jika penulis skenario mengakhiri kisah itu
Dengan perpisahan di bawah derasnya hujan
Lalu membangunkanku


26 Februari 2008
















Jangan Lepas Dia Dariku

Ya Habib
Kau telah curahkan kasih-Mu yang tiada batas
Kau buat aku begitu sempurna
Kau telah kirim dia sebagai penjagaku

Sayang,
Jejaka itu murtad dari kodratnya
Dan aku tak kuasa membuktikannya
Setan yang membelenggunya sulit dikelabui

Rintihan benak ini mengadu pada-Mu, Ya Bashir
Sebab kumbang itu membuat kelopakku gugur sebelum layu
Imbalan maduku yang dijanjikannya
Ia gadaikan, membuatku tak berharga

Ya … Sami’
Kau yang tahu sebabnya berpaling
Maka tunjukkanlah jalannya kembali
Rasa ini mengiba pada-Mu, Ya Rahman
“Jangan lepas dia dariku”

P. Sidimpuan, 14 Januari 2008












Di Balik Hujan

Aku tersenyum,
Saat Kristal-kristal rahmat itu membasahi bumi
Seraya menyibak tabir penghalang mataku
Terlihat rekaman drama kehidupan
Sepasang insane yang berkasihan

Indah! Indah sekali
Aku turut terlena menikmatinya
Tapi, seseorang turun dari pelangi
Lantas, mencuri salah satu dari keduanya

Oh, air hujan telah membentuk sungai
Aku pun terlarut akhirnya
Aku ingin membantunya
Tapi, seseorang menghampiriku

Bagaimana kau menolongnya
Sedang menolong dirimu kau tidak bisa
Oh, sungai itu mengalir lebih deras
Sederas curahan hujan itu

Dia menyeretku
Sembari menutup tabir yang ku buka

Sadarlah bahwa kau wanita
Sadarlah kau pernah mengalami itu
Sadarlah bahwa saat kau begitu
Tak ada yang memperdulikanmu …

Dia membuat sungaiku semakin deras
Lalu meninggalkanku sendiri
Seakan menyuruhku belajar
Dari kesalahan yang ku pilih
Di balik hujan itu !!!

Januari 2008




Pengorbanan Keduanya

Kekasihku!
Dengarlah pengabdian abdi-Mu ini
Yang semakin hari semakin menjauh
Dari pada-Mu

Diri ini tak berkekuatan
Saat Engkau titipkan cobaan padanya
Tidak ada mimpi-mimpi lagi
Kepada dua wali yang Kau utus padaku

Hanya linangan sungai kecil
Yang dapat ku hadiahkan
Itu pun ku letakkan
Di punggungnya di kala terlelap

Benak ini menjerit
Tak siap menerima kenyataan
Medali emas yang pernah ku raih
Tak pernah aku menyentuhnya

Saat ku terjatuh
Aku tetap kebanggaan keduanya
Pengorbanannya
Hanya Engkaulah yang membalasnya

Wahai kekasihku
Engkaulah pengharapanku
Menuntunku menapaki jalan-Mu
Mengganti segudang pengorbanan
Untuk mutiara ya ng tak berharga

Sosa, 19 Desember 2007



Berita Untuk Sahabat

Kududuki kursi di balik meja
Kutarik buku dari tas cokelat itu
Oh .. tidak, aku teringat masa lalu
Sebelum aku duduk di bangku ini

Riuh suara kita menggema
Bersama menyimak hari depan
Sungguh amat tak terlupakan
Namun harus ditinggalkan

Sekarang kita telah memilih
Ingin sekali berjalan bersama lagi
Karena prinsip yang berbeda menggapai tujuan
Semoga kita bisa bersama lagi

Mungkin, kita juga menemukan dunia baru
Jadi … harapan terindah
Saat bertemu nanti
Sama-samalah beritakan dunia kita

Sudut kelas X Pi SMA S Nurul Ilmi P. Sidimpuan
28 Juli 2007

No comments:

Post a Comment