Senyum Semesta
Mentari memanjat naik
Sinarnya menghangatkan setiap ari
Hadirnya menyembunyikan sang rembulan
Yang malam tadi menerangi
Setiap bibir pun bertasbih
Menyambut cerahnya hari ini
Alunan dawai zikir-zikirnya
Menyungging manis si lesung pipi
Duhai …
Inikah senyum semesta ?
Bercahaya penuh barakah
Lalu kenapa masih ada yang merana ?
Medan. 23 Januari 2015
Ayat-ayat Pengisyarat Rindu
Oleh: Ana
Nasir
Tibalah
masanya …
Ketika
panjang jalan yang ditelusuri
Kota-kota
tua yang disinggahi
Bersaksi
tentang masa yang pernah dilalui
Entahlah …
Siapa yang
akan tau
Kalau ini
akan menjadi kebersamaan terkahir kali
Meski bibir
berucap, tapi hati berperih jujur
Kebahagiaan
itu baru saja melukis
Syair-syair
itu baru saja bersenandung
Lalu harus
bertanya pada siapa,
Kenapa
ayat-ayat itu bertartil ?
Duhai,
Asa nestapa
ini bermunajat penuh harap
Sudilah
waktu membersua kelak
Maka setiap
ayat-ayat yang membasahi bibir
Adalah
isyarat rindu, gadaian kabul atas munajat penuh iba
Medan, 22
Januari 2015, pukul 01.52 WIB
Rasyid-ku
Rasyid..
Nama yang ku beri untukmu
Sembari terselip doa
Begitulah asa bertangguh di pundakmu
Tanganmu kekar..
Dari sekian banyak bahu yang kau rangkul
Seperti itulah kau merangkulku menemui-Nya
Kakimu perkasa..
Ribuan mil yang telah dilaluinya
Begitulah kau membimbing langkah lemah ini
Budimu santun,
Bahasamu benar penuh tegas..
Bekal nasihat diri nan dhaif ini
Kelak kau adalah citraanku
Sempurna memuaskan setiap mata yang memandang
Di atas singgasana kebijaksanaan berpermaisuri kecerdasan
Maka kau yang kuberi nama Rasyid
Adalah sufi berderai air mata bersama Sang Maha Cintanya
Bernaung dibawah payung penuh cahaya
Cahaya yang memancar..
Bersinar bersama ayat-ayat kebenaran
Sebab, Rasyidku tak boleh salah
Medan, 15 Januari 2015
Senja …
Kali ini kau terlihat luar biasa
Kemesraanmu dengan sang hujan
Sebagai penyempurna kesetiaanmu
Kali ini ingin aku menikmatimu
Menikmatimu dengan cara berbeda
Mungkin dengan menghitung tetesan rahmat-Nya
Beriring istighfar yang seirama dengan desahan nafasku
Masamu menyisa kebahagiaan bagi berpasang-pasang makhluk
Seolah terlupa gemuruh petir yang menyambar,
Percikan kilat yang membelah birunya langit,
Semua kembali terpaut dengan makrifatnya
Romantismemu bersama hujan kali ini
Menghasil serpihan senyum
Melupa goresan luka
Khusuk di bawah naungan munajat pada-Nya
Medan, 10 Januari 2015. Pukul 19. 50 Waktu Orang Beriman
Ribuan hari telah kulewati
Masih tak tergambar asinnya garam
Masih tak tersketsa manisnya gula
Semakin panjang jalan dilalui
Semakin kecil terasa diri ini
Semakin terhina diri nan papah ini
Gema takbir itu
Isyarat untuk segera menemui-Mu
Berkasih penuh rahmat dalam munajat bersama-Mu
Lalu peluh membuatku berpaling
Fatamorgana ini bagai bayang-bayang semu
Berselingkuh menoreh cemburu diharibaan-Mu
Mengaguminya seperti melupakan penciptanya
Berharap bagai abai pada Sang Maha Cinta
Menghalalkan sesuatu yang tak layak untuk dicicipi
Perjalanan ini berlalu bak berduri
Penuh bunga tapi hati tersembilu
Tersudut dalam nestapa diri,
Sempurna itu keniscayaan bagiku
Medan, 1 Januari 2015 pukul 17.30 WIB
Holat
Terhidang apik di atas sebuah nampan
Ikan mas penuh deduri yang telah diasap
Di tabur kuah bercampur holat
Ditemani pakkat yang telah dibakar pula
Lengkap dengan lasiak lamot na di asoman
Liur mana yang tak mengalir
Untuk segera melahap dan menggilingnya di perut
Menikmati sembari memilah duri-duri si ikan mas
Mengekspresikan kenikmatan rasa di setiap lidah
Manisnya si ikan mas
Pahitnya si rotan muda
Pedas asamnya si lasiak lamot
Holat
Alasan untuk kembali ke tanah kelahiranku
Asrama Putri USU, 1 Januari 2015
pukul 14.09
Terhidang apik di atas sebuah nampan
Ikan mas penuh deduri yang telah diasap
Di tabur kuah bercampur holat
Ditemani pakkat yang telah dibakar pula
Lengkap dengan lasiak lamot na di asoman
Liur mana yang tak mengalir
Untuk segera melahap dan menggilingnya di perut
Menikmati sembari memilah duri-duri si ikan mas
Mengekspresikan kenikmatan rasa di setiap lidah
Manisnya si ikan mas
Pahitnya si rotan muda
Pedas asamnya si lasiak lamot
Holat
Alasan untuk kembali ke tanah kelahiranku
Asrama Putri USU, 1 Januari 2015
pukul 14.09
sebuah puisi yang deskripsinya
tentang makanan khas Padang Bolak, "Holat". Yakni hidangan ikan mas
yang sudah di bakar dan disiram oleh kuah berbumbu bawang dan holat, yaitu
kikisan batang sebuah pohon balakka. kalau tidak salah cuma tumbuh di tanah
Mandailing. biasa di hidangkan dengan pakkat, batang rotan muda yang juga di
bakar, terkadang ada yang merebusnya juga, dilengkapi dengan cabe rawit mentah
digiling dan dibasahi jeruk nipis di atasnya.
kreasi lain dari holat, ikan merah, ikan air tawar yang kayaknya khas tanah mandailing juga, di masak dengan santan kental semacam gulai kemudian dibumbunya ditambahkan holat. terkadang ada juga yang mengganti ikan merahnya dengan ikan mas, karena susah dan mahalnya harga ikan merah tadi.
kreasi lain dari holat, ikan merah, ikan air tawar yang kayaknya khas tanah mandailing juga, di masak dengan santan kental semacam gulai kemudian dibumbunya ditambahkan holat. terkadang ada juga yang mengganti ikan merahnya dengan ikan mas, karena susah dan mahalnya harga ikan merah tadi.
Satu hari, di senja itu
Seorang ibu berjalan menggendong anaknya
Bungkus makanan kosong terletak gagah di tangan menengadahnya
Menyusuri setiap kendaraan yang melintas disekitarnya
Satu hari, di senja itu
Seorang pria paruh baya
Duduk terseok dengan kaki yang tak sempurna
Menundukkan kepala bersimpuh didepan mangkok kecilnya
Satu hari di senja itu
Tiga anak kecil berjalan menyusuri warung-warung
Melantunkan lirik memekakkan telinga
Lalu tangan kanannya member isyarat kepada setiap pendengarnya
Satu hari di senja itu
Pemuda berkendara duduk angkuh di jok mobilnya
Berhenti sejenak saat isyarat lampu merah di jalan
Seraya menikmati setiap alunan musik di recordernya
Satu hari di senja itu
Pemuda berkendara menyusuri jalan penuh riak hujan
Kudanya melaju sombong di atas genangan air
Tanpa berfikir apa yang terjadi di sekitarnya
Satu hari di senja itu
Pemuda duduk manis menikmati hidangannya
Kedua telinganya tersumpal
Kepalanya sesekali menggeleng mengikuti irama
Satu hari di senja itu
Sebuah balada kehidupan
Bagai sebuah tuntutan
Akan hadirnya sebuah penengah
Pemisah kasta antara si miskin dan si kaya
Medan, 30 Desember 2014
pukul 07. 42 WIB
Nirmala, si Putri Raja
Namanya Nirmala
Keanggunannya tak terlukis kata
Cantik parasnya tak terungkap kagum
Kecerdasan melengkapi kesempurnaan lahirnya
Kebijaksanaan gaun tebaran pesonanya
Kelembutan mahkota kemasyurannya
Jangankan kumbang,
Melati pun terbius oleh semerbak harumnya
Namun malang, Kupu-kupu jantan pun tak berani mendekatinya
Bukan sebab karunia padanya
Bukan sebab keangkuhan akan tahtanya
Tapi pengantinnya telah tertera nama
Nirmala si Putri Raja
Hanya akan bersanding dengan dia
Dia yang masih bertemu nasab dengan ayahnya
Namanya Nirmala
Keanggunannya tak terlukis kata
Cantik parasnya tak terungkap kagum
Kecerdasan melengkapi kesempurnaan lahirnya
Kebijaksanaan gaun tebaran pesonanya
Kelembutan mahkota kemasyurannya
Jangankan kumbang,
Melati pun terbius oleh semerbak harumnya
Namun malang, Kupu-kupu jantan pun tak berani mendekatinya
Bukan sebab karunia padanya
Bukan sebab keangkuhan akan tahtanya
Tapi pengantinnya telah tertera nama
Nirmala si Putri Raja
Hanya akan bersanding dengan dia
Dia yang masih bertemu nasab dengan ayahnya
Asrama Putri, 29 Desember 2014 pukul 22.45 WIB
Isi puisi deskripsi sebuah adat di Tanah Mandailing, dimana seorang Ayah mengharuskan anak perempuannya menikah dengan anak laki-laki dari saudara perempuan Ayahnya
Isi puisi deskripsi sebuah adat di Tanah Mandailing, dimana seorang Ayah mengharuskan anak perempuannya menikah dengan anak laki-laki dari saudara perempuan Ayahnya
Sayup, Ya Rabb
Penuh nestapa
Bayang-bayang itu
Seakan tari selendang di fikiranku
Gelap,
Padahal sinar-Mu menerangi gulita
Padahal Kau Ada di setiap desahan nafas
Padahal Kau Melihat setiap detik berlalu
Ruang ini seakan tak bersekat
Menerobos bahkan dalam munajatku pada-Mu
Bersatu dengan jiwa lewat bunga tidurku
Bahkan menjalar lewat nadi, terus hingga mengetuk bilik jantungku
Seakan aku terbelenggu
Oleh janji-janji tak bertestimoni
Terkungkung dalam rayuan kenikmatan fana
Terpenjara di khayalan tak berujung
Oh, Habib
Insafilah diri ini
Tak ada sebab mengelak dari-Mu
Karena Kau Bukanlah Pilihan
28 Desember 2014
Lirih
Selau kucoba
Bahkan memulai dari awal pun kucoba
Untuk tetap mengabadikan namamu
Di sini
Di sini,
Yah di sini..
Direlung sanubari ini
Ku sematkan namamu
Sebagai bidadari terbaik
Sebagai malaikat terhebat
Kerapkali aku gagal
Berulang kali aku lalai
Dan berkali-kali aku lupa
Bukan hanya sekali ku buatmu kecewa
Cita itu di depan mata
Aku begitu bernafsu meraihnya
Tapi aku gagal, meski hanya untuk menggenggam saja
Dia seperti sesuatu yang bukan hak milikku
Lalu aku malu
Aku malu untuk bersimpuh
Aku malu untuk mengaku lemah
Aku malu meski hanya kembali memelukmu
Padahal hasrat ini tau
Dekapanmu adalah asa
Hangatnya bagai kekuatan tiada tara
Dan setiap tetes air mata..
Kau seakan melihatnya sebagai piagam penghargaan kebanggaanmu
Kau yang kusebut bidadari
Rangkul aku dalam ringkih
Biarkan tubuh ini menyandar lemah di dadamu
Wahai kau pahlawan terhebatku
Betapa..
Haya' ini..
Menyembunyikan milyaran puisi kerinduan
Untuk berada di antara kalian saat ini
Asrama Putri, 24 Desember 2014
Pukul 23.15 WIB
Korek
Api
Apa
yang kalian fikirkan tentang korek api ?
pernahkah
kalian berfikir setitik cahaya yang dipancarkannya adalah awal,
awal
dari cahaya terang
yang
tak hanya menerangi satu ruangan kecil saja
bahkan
dapat menerangi seluruh kegelapan di dunia ini
aku
suka korek api
aku
suka ketika berkas baranya telah membakar lilin-lilin
dia
seakan menarik senyum ketulusan dari raut wajahku,
ketika
lilin-lilin itu mulai menerangi gelap yang sebelumnya ada
bahkan,
senyum kepuasan ketika orang di sekitarku juga tersenyum
Korek
api ibarat angka 1
seperti
yang kalian fikir,
sebesar
apapun angka yang kalian lihat,
atau
bahkan sekecil apapun
semuanya
dimulai dari angka 1,
yang
kadang dilupakan
hanya
saja aku harus siap terluka
karena
sudah menjadi fitrahnya
cepat
atau lambat akan aku saksikan
lilin
yang sebelumnya menerangi
akan
padam sendiri,
membakar
dirinya,
hingga
gelap kembali lagi..
dan aku harus kembali ke korek api
untuk membakar lilin-lilin yang baru
walau kegelapan itu akan terulang kembali
untuk membakar lilin-lilin yang baru
walau kegelapan itu akan terulang kembali
Asrama Putri USU, 17 Desember
2014Pukul 08.17 WIB
Lupa
Tik,
dentang detik jam berputar
Seirama dengan detak jantung ini
Senada dengan desahan nafas ini
Dan tak melewatkan bait syair
tentangmu
Bisa jadi ini ilusi
Tapi aku benar-benar ingin lepas
lepas dari belenggu nestapa ini
lepas dari penjara tak berdinding
ini
aku ingin lupa
ingin melupakan
ingin melewatkan
detik-detik berikutnya tanpa ini
lagi
aku ingin lupa
melupakan semuanya
semuanya tentangmu
medan, 14 Desember 2014
Purnama
Terang malam ini
Lewat secercah sinaranmu
Sampai ke ulu hati sepasang bangau
Sampai ke riak terumbu
Hingga menembus serpihan
lempeng-lempeng batu
Hingga semesta benderang oleh
cahayamu
Senyummu merekah
Menyaksikan anak tertawa mengudara
Sebab benang kendali layangan
Menjulang, hingga lupa siang tlah
berlalu
Matamu berisyarat bahagia
Melihat si lelap bermimpi
Bahkan goresan garis wajahmu
Berharap si galau tersenyum
dihadapanmu
Pesonamu bagai tak meredup
Menunggu sampai insan merindu
Menitip salamnya lewat
kemahatinggianmu
Auramu bagai penghibur
Untuk setiap lara
Meski ia harus menanggung rindu
hingga purnama berikutnya
@Asrama Putri USU, 07 Desember 2014
Pukul 01.22 WIB
Lewat Rintik Hujan
Malam ini mungkin masih sama dengan
malam lalu
Masih termangu
Menunggu
Bukan sesuatu yang pasti
Tapi ini seperti suatu niscaya
Bermain gembira di anganku
Malam ini bukan pertama kalinya
Rintik hujan menetes enggan
Berirama membuai mimpi setiap insan
yang lelap
Juga bukan pertama kalinya
Menyudut
Menengadah penuh harap
Lewat rintik hujan ini
Ku kirimkan sepucuk salam kerinduan
Tentang sebab getaran begitu hebat
Hingga mimpi, angan, bahkan desahan
nafas
Yang teruntai hanyalah namamu
@Asrama Putri USU, 06 Desember 2014
pukul 00.13
Kita
Tidak Butuh Pemimpin, Katanya
Oleh: Ana Nasir
Inilah potret bangsaku…
Penuh dengan cita rasa keberagaman
Meski ikrar Sumpah Pemuda kita Satu
Kenyataannya, kita pun penuh dengan
cita rasa itu
Kita belum punya komandan
Yang menggaungkan bahwa kita satu
Terpecah-belah oleh pihak-pihak rakus
kepentingan
Mengamini perbedaan sebagai keniscayaan
Seakan-akan kita lupa, keniscayaan itu
adalah Kesatuan
Ironisnya,
Sedikit diantara kita yang mau dipimpin
Seakan-akan kita lupa, Hidup kita
bergantung di tangan Pemimpin
Tidak ada pilihan mau atau tidak mau
Apa yang ada ditangan Pemimpin
Itulah yang akan mendarahdaging di
tubuh kita
Hidup kita tergantung di tangan
Pemimpin, bukan ?
Siapa yang akan mempermudah urusan
kita, kalau bukan karena kebijakan Pemimpin
Dan siapa yang membuat kita sulit, kalau
bukan kebijakan Pemimpin
Kita tidak ada alasan untuk berkata,
Kita tidak butuh Pemimpin
Umpatan pemimpin tidak adil ?
Tanya diri, sudahkah bersikap adil ?
Hujatan pemimpin tidak bijak ?
Tanya diri, sudahkah menjadi orang yang
bijak ?
Hinaan pemimpin tidak peduli ?
Tanya diri, sudahkah berlaku peduli ?
Medan, 23 November
2014
Tentang Kekasihku
Tentang Hati Kekasihku..
Tentang rasa,
Tentang namamu yang terlukis indah
di sana..
Bumerang
Tak ingin rasanya melukaimu
Tetapi rasa itu
Semakin menyayat
Ada setitik bahagia
Ketika sekilas saja bisa menyapa
Sekejap saja bisa menegur
atau sedetik saja membuatmu
tersenyum
Mungkin ini tentang kejujuran
atau tentang kebohongan
atau tentang keegoan
Sebuah harapan
Sebuah impian
Sebuah pengakuan
Aku mencintaimu
Dan ini tentang hati kekasihku
Medan, 04 November 2014
Ketika Cinta Melukis
Ketika cinta melukis
Rintik hujan menjadi mutiara
Gurun pasir menjadi taman
Padi ditanam sekejap menguning
Ketika cinta melukis
Sepi menjadi senang
Marah menjadi senyuman
Gersang sejenak berbunga
Ketika cinta melukis
Dunia ibarat surge
Nestapa menjadi bahagia
Gelap seketika bercahaya
Ketika cinta melukis
Semua menjadi indah
Semua menjadi damai
Semua menjadi menakjubkan
P. Sidimpuan, 17 Desember 2009
Pilihanku
Kupilih berpaling
Setelah tahu kebesaran cintamu
Setelah tahu kesakitanmu
Berharap memperkecil lukamu
Kupilih menyesal
Setelah tahu kesempurnaanmu
Setelah tahu akan deritamu
Derita tentang mencintai
Kupilih menjauh
Setelah tahu aku mencintaimu
Setelah tahu aku akan tersakiti
Berharap untuk kebahagiaanmu
Kupilih merindu
Berkhayal akan keindahanmu
Dirangkul dalam dekapanmu
Meski menyakitiku
Dan aku meninggalkanmu
Bersama kesakitan
Menanggung hasrat mencinta
Berharap pengertianmu
Bahwa aku mencintaimu
P. Sidimpuan, 20 Mei 2009
Cinta Itu
Pernah teraih medali emas
Medali itu disayangi segala makhluk
Hingga tercipta sesuatu
Sesuatu yang lebih dari medali itu
Dan makhluk berpaling padanya
Tersadar !
Cinta makhluk hanya sebatas itu
Seketika ada cacat padamu
Kau bukanlah siapa-siapa
Demikiankah cinta itu ?
Tidak !
Ada satu cinta tanpa batas
Jika kau meraihnya
Semesta akan cemburu padamu
Seperti apa habibahnya
Ridhai kepunyaanmu sebagai titipan-Nya
Korbankan hidup mati
Demi syareat-Nya
Demikianlah cinta itu
Ruang kelas XII pi SMA S Nurul Ilmi P. Sidimpuan, 03 April 2009
Pangeran Kecilku
Diujung penentu hidupmu
Kau daki bukit impianmu
Kau nomor duakan masa depanmu
Demi pijar bakat prestasimu
Ku khawatirkan kenekatanmu
Ku takut kau tergelincir
Ku takut kau pun jatuh ke jurang
Meski kau begitu berani
Menghadapi segala rintangan yang datang
Kau pangeran kecilku
Harapan singgasana kerajaan
Kau kancil Indonesia
Harapan ibu pertiwi
Kau mujahid dinul Islam
Berjuang demi tegaknya kalam Qur’an
Tiada dayaku menghalangimu
Hanya doa menguatkan kepercayaanku
Kau akan kembali
Membawa piala dan pijar kemenangan
P. Sidimpuan, 19 Februari 2009
Khadijah
Khadijah,
Kaulah bundanya para muslimah
Yang duduk di singgasana permaisuri Rasulullah
Bidadari yang pernah dimiliki dunia
Parasmu elok
Meski usia kalian terpaut jauh
Kau tetap pantas mendampingi manusia pilihan itu
Cintamu pada-Nya begitu besar
Kesabaranmu teruji hingga ujung usiamu
Kesetianmu terbukti memperjuangkan risalah
Perngorbananmu tak lekang demi dinul Islam
Khadijah
Kau pantas menjadi bundanya para bidadari surge
Dengan keimanan yang telah kau ajarkan
Khalik,
Izinkan aku mengagumi pribadinya
Berada dijajaran keimanannya
Menerapkan kepribadiannya di duniaku
P. Sidimpuan, 4 Februari 2009
Tentang Dia
Setelah ku jebak
Aku memperalatnya
Setelah ku diuntungkan
Aku mencampakkannya
Setelah dia pergi
Aku membutuhkannya
Setelah ia tiada
Aku menyadarinya
Aku pernah membawanya
Terperangkap dalam duniaku
Aku pernah menjadikannya
Terjebak dalam cintaku
Aku pernah menjadikannya
Merasakan sebagai pangeran hatiku
Aku akan membiarkannya
Membenciku untuk selamanya
Meski,
Ku sadari aku masuk dalam ranjauku
Hati meminta duduk di singgasananya
Ku turut keangkuhanku
P. Sidimpuan, 31 Januari 2009
Kasih-Mu Khalik
Ku terpekur di bawah haribaan-Mu
Merenungi nasib yang Kau gariskan padaku
Sakit,
Begitu menyakitkan
Gejolak jiwa menuntut Keadilan-Mu
Coba,
Kau coba aku
Dengan hal yang hampir buatku lalai
Yang buatku merasa tak berarti
Tak Kau ridhai aku
Menikmati kesenangan surge fana-Mu
Hingga iri dan dengki membelengguku
Aku lambat mengetahuinya
Ini bentuk Kasih-Mu padaku
Caraku untuk mengingat-Mu
Ya Al-Huda Shirathalmustaqiim
Beri aku kekuatan menghadapi ini
Sungguh, sungguh
Tiada daya dan upayaku tanpa pertolonganmu
Sungguh, Ya Rahim
Kesabaran yang ku punya
Tak mampu melebur rasa iri ku
Kasih-Mu Khalik
Lukisan yang tak dapat dinilai
Jangan biarkan aku luput daripadanya
P.Sidimpuan
Senin, 8 September 2008
Kehilangan Bintang
Rembulan bersinar terang
Ditemani kerlipan ribuan bintang
Menyelimuti hati yang kelam ini
Di sana, di balik bongkahan awan
Tersembunyi satu bintang
Ingin aku melihatnya lebih jelas
Namun tetap samar
Semakin lama,
Bintang itu semakin tertutup
Rotasi bumi mengantar awan-awan lain
Menyembunyikan bintang itu
Ku kejar …
Semakin jauh
Aku makin tak bisa meraihnya
Benda-benda bercahaya itu menertawaiku
Mereka semakin redup
Awan gelap menutupi malam yang bercahaya
Aku kehilangan jejak bintang itu
Dan …
Setetes air mengenai permukaan kulitku
Bersamanya telah redup malam yang bercahaya
Semakin deras …
Tubuhku berdiri kaku
Diguyur cairan awan-awan itu
Aku menjerit …
“Dimana bintangku ???!!!”
Air itu semakin deras
Turut menangis bersama keputusasaanku
Penjara Suci Nurul Ilmi, 14 juni 2008
Pelabuhan Cinta
Matahari tergelincir ke ufuk barat
Saat aku mulai berlayar
Berlabuh mengarungi samudera
Berlabuh mengikuti arah angin
Malang,
Gelombang ombak menghantam perahuku
Bidukku tersandung karang
Terombang-ambing tak tentu arah
Pelabuhan cinta yang ku tuju
Semakin menjauh
Ku kayuh biduk melawan angin
Di naungan benderangnya rembulan
Namun semakin jauh
Oh, Sang Petunjuk
Tunjuki aku
Yang berlayar dihantam gelombang
Di naungan rembulan
Hanya untuk sampai ke pelabuhan cinta-Mu
P. Sidimpuan, 23 Mei 2008
Cerita Bersama Gerimis
Titik-titik yang mendawaikan melodi
Menuntunku bersyair untuknya
Mengungkap cerita bersamanya
Tentang sebuah mimpi
Satu kisah sepasang sejoli
Pangeran yang menjadi payung
Di saat gerimis membasahi putrinya
Pangeran yang menjadi benteng
Saat harimau mengganggu keduanya
Di kala putrid itu menangis bersama gerimis
Dipancarkannya mentari, menghentikan air mata
Lalu, dia ajarkan kekuatan
Lewat dekapan kasih sayangnya
Siapa yang akan tahu
Jika penulis skenario mengakhiri kisah itu
Dengan perpisahan di bawah derasnya hujan
Lalu membangunkanku
26 Februari 2008
Jangan Lepas Dia Dariku
Ya Habib
Kau telah curahkan kasih-Mu yang tiada batas
Kau buat aku begitu sempurna
Kau telah kirim dia sebagai penjagaku
Sayang,
Jejaka itu murtad dari kodratnya
Dan aku tak kuasa membuktikannya
Setan yang membelenggunya sulit dikelabui
Rintihan benak ini mengadu pada-Mu, Ya Bashir
Sebab kumbang itu membuat kelopakku gugur sebelum layu
Imbalan maduku yang dijanjikannya
Ia gadaikan, membuatku tak berharga
Ya … Sami’
Kau yang tahu sebabnya berpaling
Maka tunjukkanlah jalannya kembali
Rasa ini mengiba pada-Mu, Ya Rahman
“Jangan lepas dia dariku”
P. Sidimpuan, 14 Januari 2008
Di Balik Hujan
Aku tersenyum,
Saat Kristal-kristal rahmat itu membasahi bumi
Seraya menyibak tabir penghalang mataku
Terlihat rekaman drama kehidupan
Sepasang insane yang berkasihan
Indah! Indah sekali
Aku turut terlena menikmatinya
Tapi, seseorang turun dari pelangi
Lantas, mencuri salah satu dari keduanya
Oh, air hujan telah membentuk sungai
Aku pun terlarut akhirnya
Aku ingin membantunya
Tapi, seseorang menghampiriku
Bagaimana kau menolongnya
Sedang menolong dirimu kau tidak bisa
Oh, sungai itu mengalir lebih deras
Sederas curahan hujan itu
Dia menyeretku
Sembari menutup tabir yang ku buka
Sadarlah bahwa kau wanita
Sadarlah kau pernah mengalami itu
Sadarlah bahwa saat kau begitu
Tak ada yang memperdulikanmu …
Dia membuat sungaiku semakin deras
Lalu meninggalkanku sendiri
Seakan menyuruhku belajar
Dari kesalahan yang ku pilih
Di balik hujan itu !!!
Januari 2008
Pengorbanan Keduanya
Kekasihku!
Dengarlah pengabdian abdi-Mu ini
Yang semakin hari semakin menjauh
Dari pada-Mu
Diri ini tak berkekuatan
Saat Engkau titipkan cobaan padanya
Tidak ada mimpi-mimpi lagi
Kepada dua wali yang Kau utus padaku
Hanya linangan sungai kecil
Yang dapat ku hadiahkan
Itu pun ku letakkan
Di punggungnya di kala terlelap
Benak ini menjerit
Tak siap menerima kenyataan
Medali emas yang pernah ku raih
Tak pernah aku menyentuhnya
Saat ku terjatuh
Aku tetap kebanggaan keduanya
Pengorbanannya
Hanya Engkaulah yang membalasnya
Wahai kekasihku
Engkaulah pengharapanku
Menuntunku menapaki jalan-Mu
Mengganti segudang pengorbanan
Untuk mutiara ya ng tak berharga
Sosa, 19 Desember 2007
Berita Untuk Sahabat
Kududuki kursi di balik meja
Kutarik buku dari tas cokelat itu
Oh .. tidak, aku teringat masa lalu
Sebelum aku duduk di bangku ini
Riuh suara kita menggema
Bersama menyimak hari depan
Sungguh amat tak terlupakan
Namun harus ditinggalkan
Sekarang kita telah memilih
Ingin sekali berjalan bersama lagi
Karena prinsip yang berbeda menggapai tujuan
Semoga kita bisa bersama lagi
Mungkin, kita juga menemukan dunia baru
Jadi … harapan terindah
Saat bertemu nanti
Sama-samalah beritakan dunia kita
Sudut kelas X Pi SMA S Nurul Ilmi P. Sidimpuan
28 Juli 2007
No comments:
Post a Comment