“Dari Jabir ra., “Sesungguhnya nabis saw.
telah bersabda: Sesungguhnya wanita itu dinikahi karena agamanya, kedudukan,
hartanya dan kecantikannya. Maka pilihlah yang baik agamanya.”
(HR. Muslim dan
Tirmidzi)
This's from google image. Excusme and arrigatto^^
Tentunya hadits di atas sudah cukup
familiar. Dan menjadi pedoman dalam memilih calon pendamping hidup yang sesuai
dengan sunnah. Namun, kali ini aku bermaksud menjabarkan tambahan penjelasan,
dengan harapan keberkahan ilmu dan kebermanfaatannya sebagai amal jariyah
untukku dan alim yang sebelumnya menyampaikan ini kepadaku.
Tak
dinyana memang, secara tidak langsung hadits di atas mensyaratkan dalam memilih
pasangan hidup ia harus memenuhi empat syarat yang dirangkum dalam 4T, yakni
Takwa, Tajir, Tampan dan Turunan. Meski Rasulullah saw. Mengakhirkan syarat
“Yang baik agamanya”, aku anggap kita sama-sama sepakat bahwa syarat ini
merupakan yang paling utama. Tentunya, seseorang pasti akan senang ketika diberikan
hadiah utama, tapi fitrahnya akan berbisik bahwa ia menginginkan semua hadiah
menjadi miliknya, seperti kesukaannya mengutip peribahasa “Sekali mendayung,
dua tiga pulau terlampaui”.
Well,
ternyata Rasulullah saw. Sangat memahami fitrah ini. Dan memang, keempat syarat
ini harus dimiliki oleh seseorang yang akan kita putuskan menjadi pasangan
hidup, seseorang yang akan menemani kita beribadah. Kalau kata Opung Einstein…
(Iyyah, bawa-bawa the King segala…^^), Relatif. Beneran tapi, tajir itu relatif,
tampan itu relatif, turunan itu relatif, satu-satunya yang mutlak adalah
ketakwaan. (Hayyo.. yang udah negative thinking. Tenang aja, aku berjiwa besar
tapi tetap memenuhi syarat kecil sama dengan 55 kg hehehe)
Jom…
kita jabarin atu atu yakkK..
1.
Takwa
Tadi kita udah sepakat bahwa ini syarat utama, ya. Jadi untuk si dia
yang ber-takwa, sudah pastilah dia harus Islam. Mutlak, ini! Enggak bisa
ditawar-tawar lagi. Kalau ada yang berdarah-darah memperjuangkan pernikahan
beda agama dilegalkan di Indonesia tercinta, bahkan sampe bela-bela’in nikahnya
ke Negara lain yang melegalkannya, tetap enggak bisa.
Kalau fatwa MUI tentang haramnya pernikahan beda agama
belum mempan juga karena saking pengennya punya pendamping hidup si dia yang
non- Muslim, Ingatlah Rumaisha. Seorang Shahabiyah yang menyebabkan Rasulullah
saw. menuturkan hadits tentang
keutamaan niat. Seorang shahabiyah yang berkata kepada si dia-nya:
“Wahai Fulan,
sungguh tidak ada alasanku untuk menolak lamaranmu. Kau adalah laki-laki
terpandang, dari keluarga terpandang lagi tampan. Tapi aku tidak membutuhkan
itu, jika kau bersyahadat, maka cukuplah itu sebagai maharku.”
Alhamdulillah,
si dia mau, aku juga ikhlas enggak di kasih mahar apa-apa asal dia mau masuk
Islam, biar kayak Rumaisha. Ops.. tunggu dulu. Kalau ketemu yang kayak gini
banyak PR-nya soalnya. Islam baru memenuhi kualifasi awal untuk Takwa tadi.
Orang bertakwa itu akidah-nya harus bener, istiqomah dengan ibadah wajib dan
sunnahnya, tilawah qurannya, dan tidak berhenti memperdalam keilmuan ruhiyahnya.
Bisa dikatakan
orang Takwa itu bukan hanya yang mematuhi apa-apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi larangan-Nya saja. Sebab untuk bisa menjadi patuh dia haruslah orang
yang kuat. Dikatakan Kuat jika ia sudah memenuhi tiga kriteria pula:
1.
Kuat dalam ruhiyah, berhubungan
dengan keimanan
2.
Kuat dalam fikriyah,
berhubungan dengan keilmuwannya. Aku pernah ketemu sama salah satu keluarga
inspiratif di Medan. Ini mungkin berhubungan dengan laki-laki yang udah mundur
duluan karena melihat si perempuan keilmuwannya/kecerdasan/standar hidupnya
jauh di atas dia. Jadi si Ibu itu waktu taaruf sama suaminya sekarang, dia tanya
gini, “Pak, Bapak yakin mau nikah sama saya? Saya itu dari dulu tomboy, enggak
ada sifat keibuannya, saya enggak pandai masak, saya juga enggak biasa ngerjain
kerjaan rumah dan saya tipikal perempuan superior yang enggak suka dengan
aturan-aturan..”
Wow.. kan? Tapi si Ibu
katanya langsung meleleh pas pertanyaannya dijawab dengan pertanyaan balik oleh
si bapak, “Tapi bisa di atur sama Al-Qur’an, kan?”
Dan,
3.
Kuat dalam finansial,
berhubungan dengan kemampuannya untuk menghidupi diri dan keluarganya kelak.
Haduh, masih syarat pertama
udah sesak nafas, ya. Makanya, berhusnuzhanlah pada saudara-saudara yang masih
takut untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Mungkin dia belum yakin dirinya
sudah memenuhi syarat sesuai sunnah, maka yakinkan dia, jangan tanya, “kapan?”,
tapi bantu juga prosesnya bertemu si pemegang rindu yang tak jua mengetuk pintu
rumah wali-nya. Haduh… ini seharusnya enggak ada unsur curhatnya. J
2.
Tajir
Apa cari kak? Dolar? Rupiah? Mutiara? Jodoh????
T yang kedua Tajir. Aa Gym pernah nulis buku yang judulnya, “Aku
tidak ingin kaya, tapi harus kaya.” Di buku ini Aa Gym menegaskan ke kita-kita,
untuk menjalankan Islam secara kaffah itu emang mahal. Haji itu mahal, sedekah
itu butuh harta, bahkan untuk menutup aurat saja mahal. Apalagi yang pengennya
istrinya syantik.. Percayalah, Upik Abu itu jika dipermak satu hari aja ke
salon, Siti Badriah yang katanya “Lagi Syantik” pun jauh.
Tapi jangan
kecil hati dulu, toh Allah sudah jamin di QS. Annur: 32.
“… Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan pada mereka dengan karunia-Nya.”
Siapa yang
lebih benar janjinya selain Allah? Serius, ayat ini jaminan dari Allah.
Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan Tajir?
Nah, pasti dah
pada lupa sama Opung Einstein tadi kan? Tajir di sini pengertiannya relatif. Meskipun relatif,
secara fisis semuanya bisa dinyatakan dalam angka jika syarat-syarat
perhitungannya terpenuhi. So, standar kualifikasi Tajir itu apa?
1.
Sehat Jasmani dan Rohani. Kayak
kata atok ninik kita dulu, “banyak anak banyak rezeki”. Karena sehat jasmani
dan rohani ini berhubungan dengan kesuburan. Ingat kata Rasulullah saw. “Aku
mencintai umatku yang banyak”. Secara Sains pun, tujuan berkembang biak itu
adalah untuk mempertahankan keturunan, kan?
2.
Berpenghasilan. Nah, ini… yang
orang tua biasanya nanya ke calon mantu yang akan mempersunting anak gadisnya,
“kerjanya apa?” Udah dijawab, terus ditanya lagi, “gajinya berapa?”. Ini bukan
pengalaman ayah aku, ya. Referensi yang udah jadi rahasia umum ini soalnya.
Enak
sih, dengar beberapa alim yang ngisi kajian tentang pernikahan ngebantu kasih jawaban dengan kalimat,
“Saya tidak punya pekerjaan tetap pak, tapi
saya tetap bekerja.”
“Saya tidak punya
penghasilan tetap pak, tapi tetap berpenghasilan.”
Apalagi
alim yang ngajarin si ikhwan-ikhwan untuk ganti kalimat akad nikah yang
umumnya,
“…
dengan mahar seperangkat alat shalat dibayar tunai”,
Jadi,
“… dengan mahar sebuah mobil Pajero dibayar
tunai.”
And…
Lagi-lagi,
standar tajir ini enggak pakai nominal. Tapi masak iya, sekalipun si gadis
bilang “Insyaallah aku siap menjadi pendamping hidupmu dan kita mulai semuanya
dari nol”, terus di hari pertama pernikahan langsung enggak ada apa-apa yang
mau dimakan? Sekalipun si dia jujur dengan kalimatnya, ingatlah ayahnya yang
belum pernah membiarkannya kelaparan, memenuhi semua kebutuhannya sehingga
tumbuh menjadi cantik seperti sekarang dan siap untuk menghabiskan sisa
hidupnya denganmu yang baru datang belakangan.
3.
Punya cita-cita serta visi dan
misi yang jelas. Di salah satu training yang aku ikuti beberapa tahun lalu,
salah seorang trainer yang mengisi tentang analisa SWOT, berpesan, “Nanti,
kalau kalian mau menikah pun, buat SWOT untuk diri sendiri di proposal
pernikahan. Insyaallah, si dia akan membantu banyak untuk menyakinkan orang
tuanya.”
Sebenarnya
training itu tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan, tapi mungkin si
trainer sengaja berpesan gitu karena pesertanya rata-rata mahasiswa pra tingkat
akhir. Tapi ya enggak harus gitu juga sih. Intinya, masak ia si gadis pengen
tinggal di bahtera yang para awaknya hafizh dan hafizhah, terus dia nikah sama
pangeran yang passionnya pengusaha, prinsipnya time is money, dia mau
anak-anaknya kelak juara olimpiade dan menguasai banyak bahasa asing? Enggak papa juga sih
sebenarnya, tapi kan kasihan perempuannya nanti, harus bercucuran keringat
untuk bisa mempertemukan benang merah tujuan merekanya.
4.
Pandai bergaul. Karena banyak
teman, banyak rezeki. Ada yang curhat di salah satu kajian yang tak sengaja aku
ikuti, katanya, salah seorang temannya dulu akan menikah dengan modal cuma
250ribu rupiah. Mendengar itu, teman di salah satu komunitasnya sum-suman terus
uangnya dibeli emas. Rezeki bergaul kan?
Ada
lagi yang dia pas walimah ursy’, pesan catering, eh si tukang catering malah
enggak mau dibayar. “Butuhnya berapa porsi? Acaranya hari apa biar saya antar?”. Bukan cuma
teman, hubungan dengan saudara juga. Ingat Rasulullah saw. saat akan meminang Ummul
Mukminin Khadijah ra.? Paman-pamannya meminjamkan untuknya, hingga jadilah
mahar Khadijah ra. 100 ekor unta.
So,
kalau keluarga perempuan minta sebuah mobil CRV aja, bisalah ya, kan mau ikut
sunnah Rasul? Eh, mumpung lagi ngomongin mahar nih. Kan ada sebagian berdalih
dengan hadits Rasulullah saw. “Sebaik-sebaik laki-laki adalah yang memberikan
mahar yang tinggi untuk calon istrinya, sedang sebaik-baik perempuan adalah
yang paling rendah maharnya.”
Seringnya
memang pihak laki-laki yang susah karena harus memenuhi permintaan mahar dari perempuan.
Terus aku ngeliat mereka yang berdalih ini seakan-akan pengennya dapat
perempuan yang baik-baik kayak kata Rasul ini, tapi pikiranku jadi liar, kenapa
ya laki-laki tidak berfikir untuk memuliakan dirinya menjadi laki-laki yang
baik itu? Kalau Si perempuan minta 10 mayam emas misalnya, katakan pada calon
mertua, “Bapak, tadinya aku takut bapak akan menyusahkan pernikahan kami dengan
meminta mahar 50 mayam emas, sedang aku hanya mempersiapkan 30 mayam saja. Tapi
tak mengapa, karena bapak meminta segitu sedang aku sudah mempersiapkan 30
mayam emas, maka aku akan tetap memberikan apa yang sudah aku persiapkan ini
menjadi hak putri bapak yang akan menjadi istriku kelak.”
Wow…
Di
jamin, seumur hidupnya dikau akan disebut-sebut sebagai mantu terbaik sepanjang
masa. Bukankah derajatmu meningkat sebagai laki-laki? Ini langka, karena
perempuan dengan mahar seperangkat alat shalat yang disebut-sebut ringan itu
sudah menjadi tradisi dan baik dia apalagi kau sebagai suaminya tak ada beda
dengan orang kebanyakan.
Aduh,
kok aku jadi buat pembacanya sesak nafas lagi, ya?
Assalamualaikum
calon imam… ketika kau memutuskan aku jadi makmummu, aku ingin memuliakan
diriku dengan mahar hafalan surah Ar-rahman, tapi
kau sudah cukup memuliakan dirimu di mataku dan keluargaku dengan memberi maharku
30 Juz hafalanmu. heheheh
5.
Pemaaf. Ini kualifikasi Tajir
yang terakhir. Orang pemaaf itu berjiwa besar. Ingat, ya… Berjiwa besar not
Berbadan besar. Eh… Maaf, ya. Aku kalau keceplosan emang agak suka main fisik,
dikit. Tapi yang berbadan besar janganlah berkecil hati, masak iya karena Hanan
Attaki bilang kecil sama dengan 55 kg terus kalian ikut barisan para pembully
dia? Kan sedap dengarnya pas calon mertua ditanya, kayakmana calon mantumu itu?
Dia orang tajir yang berbadan besar dan berjiwa besar. Yaaa eeeeelaaahh^^
Next…
3.
Tampan
Astaghfirullah... Jangan salah fokus yaak
Aku pernah kenal dengan seseorang yang menikah dengan seorang dokter
cantik. Padahal si bapak ini tingginya di bawah rata-rata orang Indonesia dan
gemuk, dan belum bisa dibilang orang kaya juga. Mungkin sebagian orang akan
berfikir, “Beruntung amat tu orang bisa dapat istri kayak gitu?”, atau yang
paling ekstrim bilang, “Pasti diguna-gunanya istrinya makanya mau sama dia…”
Astaghfirullah….
Anekdotnya ada
juga, seorang laki-laki dengan kulit hitam bisa menikah dengan gadis cantik
berkulit putih bersih. Di kamar pengantin, si suami bilang ke istrinya, “Aku
tidak percaya, kalau aku akan menjadi orang paling beruntung karena bisa
menikah dengan gadis secantik dikau, adinda,” Terus, si istri menanggapi, “Dan
aku akan menjadi perempuan yang bersabar sepanjang sisa hidupku karena harus
melihat wajahmu setiap hari.” *Jleb
Itulah kenapa
sebagian alim memberi nasihat, menikahlah dengan yang sekufu. Ini mencakup
ketakwaannya, ketajirannya, sampai subab wa jamaliha ini. Gunanya ya supaya
tidak ada saudara yang terjebak dosa ghibah saat menghadiri acara walimah, dan
tidak ada yang terzholimi sepanjang sisa hidup selama mengarungi lautan rumah
tangga.
Lagi-lagi,
kuncinya Tampan itu relatif. Titik acuannya pada pribadi masing-masing, dan
kriterianya dapat dilihat dari akhlaknya. Maka jangan salahkan mereka yang
menciptakan syair, “Di mataku, wajahmu cantik dan bersinar bak bulan purnama.”
Sebab, jika itu
ditujukan pada istrinya, kemungkinan dia berbohong hanya nol koma sekian
persen. Tapi tetap sih, upik abu jika dipermak ke salon satu hari, Siti Badriah
yang katanya lagi syantik pun jauh…
Kalau kata
seorang teman yang sekarang sedang menikmati profesi barunya sebagai ibu muda,
“Aku enggak penting gantengnya, yang penting uangnya.”
Aaaaaahhhhhhhhh… Jangan langsung menyimpulkan semua perempuan itu
matre, yak. Karena itu fitrah. #eh
4.
Turunan
Raja Faisal dan putra-putranya
Semacam petuah si Mbah, “Kalau mau nikah tu liat bibit, bebet, babat
dan bobot-nya.” Empat T ngomongin itu sih sebenarnya. Tapi kenapa hal ini menjadi
penting, oleh sebab dan karena pernikahan itu bukan tentang menyatukan dua
orang yang selama ini berserak. Pernikahan itu bukan milik si pengantin dan
anak-anak mereka kelak. Sebab pernikahan itu tentang dua keluarga.
Enggak usah
dinyinyirin kalau ada hanya mau menikah dengan suku tertentu. Ini sama sekali
enggak SARA. Alasan dia dengan syarat itu pasti atas pertimbangan ini. Kenapa
dia enggak sama si anu aja, lebih cantik, lebih sholehah, lebih bla-bla. Yah,
bisa jadi pada saat dipilihkan yang demikian dia khawatir akan menzholiminya
karena sulit untuk menerima keadaan keluarganya. Bisa jadi.
So, yang perlu
digarisbawahi tentang turunan ini bukan dalam hal karena dia anak si anu dan
keturunan si anu. Tapi sebab pernikahan itu tentang dua keluarga. Kalau kata
mamaku, setelah adikku menikah dia bilang, “sekarang anak mama udah nambah
satu.” Itu!!
Siap menjadi istrinya, berarti
siap menjadi anggota baru di keluarganya. Begitupun si suami, siap menikahi
anak gadisnya berarti siap pula berbakti selayaknya anak pada orang tuanya.
Finally…
Sampailah kita di penghujung jalan…
And again... tulisan ini kurangkum dari beberapa orang alim dan berpengalaman.
Belum kulalui masanya, tapi akan kurasakan manfaatnya. Sebab itulah, aku ingin
kebermanfaatan ini tak hanya padaku, maka silahkan share tulisan ini untuk
tabungan jariyah kita. Jika ada kritikan silahkan disampaikan langsung, tapi
tolong jangan dibully… Aku enggak kuat. Beban rinduku masih terlalu berat
soalnya…^^
No comments:
Post a Comment